KBRN, Jakarta: Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah bagi pengembangan kebudayaan di Indonesia. Sehingga diperlukan kebijakan nasional yang jelas untuk menempatkan kebudayaan dalam pembangunan nasional ke depan.
"Pertanyaan besarnya, bagaimana kita mau menempatkan kebudayaan dalam pembangunan nasional ke depan, tempatnya itu di mana? Rumusan ini yang kita harapkan muncul, dan kemudian bisa didiskusikan dengan para calon," kata Hilmar usai acara Prakongres Kebudayaan Indonesia di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Oleh karena itulah, dia mendorong pelaku budaya untuk aktif berdiskusi dengan para calon presiden. Hal ini untuk memastikan program-program kebudayaan tetap berjalan.
"Untuk memastikan apakah program-program kebudayaan tetap ada, mesti ditanya langsung pada calonnya. Tapi kita mendorong agar teman-teman secara aktif berdialog dengan para calon, sehingga bisa mendapat gambaran, kira-kira aspirasi yang kita sampaikan (tentang kebudayaan) ini masuk atau tidak," kata Hilmar, mengungkapkan.
Menurutnya, akan ada kebijakan nasional baru khususnya di bidang kebudayaan usai pemilihan umum (pemilu) diselenggarakan. Presiden baru, lanjut Hilmar, tentunya menentukan arah pembangunan, khususnya kebudayaan dibawa.
"Tentunya setelah Pemilu 2024 dilakukan, pasti akan ada kebijakan nasional baru, seperti apa lima tahun ke depan. Ini merupakan momen penting bagi kita untuk memberikan pandangan dan masukan, kebudayaannya mesti gimana," katanya, mengungkapkan.
Untuk itu, lanjut dia, pada acara pra-Kongres Kebudayaan 2023, menjadi ajang bagi para pelaku budaya yang aktif di lapangan untuk saling berdiskusi dan menuangkan aspirasi.
"Tentu kita sangat berharap ide-ide dan aspirasinya bisa dikumpulkan, dan dirumuskan menjadi masukan bagi pemerintahan berikutnya," ucapnya.
Ia mengutarakan ada momen penting yang mesti terus dikawal oleh para pelaku budaya. Yakni perumusan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
"Itu bentuknya nanti Undang-Undang, akan disahkan pada tahun 2025 dan berlakunya 20 tahun. Ini momen yang penting bagi teman-teman untuk menyadari bahwa kebijakan-kebijakan seperti ini dampaknya besar terhadap masa depan kebudayaan kita," ujarnya.
Ia menekankan Kongres Kebudayaan yang berlangsung pada 24-27 Oktober 2023, diharapkan dapat memberi kesadaran pada penentu kebijakan. Termasuk yang duduk di bangku legislatif untuk tetap memasukkan program-program tentang kebudayaan.
"Teman-teman di DPR dan pemerintahan baru nantinya juga mesti tahu, ini adalah rumusan dari sekian banyak (budayawan) yang hadir. Jadi bukan karena keinginan satu atau dua orang, tetapi memang betul-betul menyuarakan aspirasi dari seluruh pelaku budaya," ujarnya kembali.
Pewarta: Rini Hairani
Editor: Tegar
Sumber: RRI