KBRN, Kota Bekasi: Praktik politik uang di Indonesia dinilai sudah sangat meresahkan. Berdasarkan riset yang dilakukan Indonesian Politick Research and Consulting (IPRC), tingkat keterpaparan atau prevalensi politik uang sudah mencapai angka 33 persen.
Peneliti Indonesian Politick Research and Consulting (IPRC), Fahmi Iss Wahyudi mengatakan, dari hasil riset yang dilakukan lembaganya pada Juli 2023, sebanyak 33 persen masyarakat mengaku sudah terpapar politik uang. Sementara untuk Jawa Barat, keterpaparan politik uang mencapai 25 persen.
"Kalau melihat dari hasil riset kami pada bulan Juli 2023, saya kira praktik politik uang daya rusaknya sudah sedemikian hebat. Sebanyak 33 persen warga Indonesia mengaku pernah terpapar politik uang," kata Fahmi saat diwawancarai RRI, baru-baru ini.
Menurut dia, jika mengacu hasil riset tersebut seharusnya praktik politik uang menjadi perhatian serius semua pihak. Butuh adanya ikhtiyar bersama untuk memerangi hal tersebut.
Fahmi menegaskan, lembaga-lembaga resmi yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu harus aktif melakukan upaya pencegahan praktik politik uang. Lembaga-lembaga tersebut antara lain Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kepolisian, dan juga Kejaksaan.
Sosialisasi masif perlu dilakukan, guna memberitahukan bahwa praktik politik uang merupakan tindakan pidana pemilu. Sehingga para pelaku politik uang tahu, bahwa mereka bisa terancam pidana bila nekat berbuat praktik curang tersebut.
"Ini sudah harus jadi ikhtiyar bersama, terutama bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pemilu seperti Bawaslu, Kejaksaan, maupun Kepolisian. Harus ada sosialisasi masif lewat medsos misalnya, agar para pelaku tahu bahwa yang mereka lakukan melanggar," ujar Fahmi.
Dan yang paling penting, menurutnya, harus ada penegakan hukum serius terhadap pidana politik uang. Sehingga timbul efek jera bagi pelaku tindakan tersebut.
Pewarta: Leny Kurniawati
Editor: Heri Firmansyah
Sumber: RRI