Peraih medali perak wushu SEA Games 2017 itu merasakan betapa beratnya berlatih di bawah karantina hingga dilarang bertemu dengan orang-orang terdekat selama pelatnas, dan saat ini kembali ke provinsi untuk membela Jatim di Pekan Olahraga Nasional XX (PON) Papua di Merauke.
"PON kali ini jauh berbeda dengan PON 2016. Pada 2016 kami tidak sampai karantina karena tak ada pandemi, otomatis secara latihan pasti lebih enak, karena kami bisa refreshing lebih banyak," kata Bobie ketika ditemui di Merauke, Kamis.
"Kalau sekarang kami benar-benar diasramakan, keluar tidak boleh, menemui orang tua juga tidak boleh, pulang tidak boleh."
"Jadi, kerjaan kami kalau sudah selesai latihan ya pulang ke asrama, ke mini market saja tidak boleh," imbuhnya.
Tim wushu Jatim pun terpaksa tidak dapat mengirimkan para atlet ke China untuk menjalani pemusatan latihan.
Sebagai jalan keluarnya, tim wushu Jatim mendatangkan langsung seorang pelatih dari China untuk melatih teknik para atlet.
"Biasanya kami selalu ke China, kita selalu belajar dari mereka, tapi kali ini tidak ke sana," kata Bobie.
"Pertandingan sebesar PON, tentunya ini menjadi tantangan tersendiri, tapi pelatih China berpengaruh sekali dalam hal teknik, cara latihan, dan pola latihan."
Kejenuhan selama berlatih di tengah pandemi pasti terjadi, namun Bobie merasa terbantu dengan tim pelatih dan psikolog yang membantu mengatasi masalah tersebut.
Alhasil, meski berlatih di tengah pembatasan dan efek psikis dari pandemi, Bobie mampu tampil prima membela kontingen Jawa Timur di pesta olahraga nasional empat tahunan kali ini dan mempersembahkan medali emas dari nomor taolu kombinasi.
Melakukan eksekusi jurus taiji tangan kosong dan pendaratan yang cukup sempurna, Bobie memperoleh nilai tertinggi hari ini yang diakumulasikan dengan skor 9.70 yang ia raih di nomor taiji jian pada hari sebelumnya.
"Dari awal saya tidak ada ekspektasi, hanya ingin main terbaik, hasil terserah sama yang Di Atas," kata Bobie.
"Saya latihan sudah maksimal, ya saya kasih yang maksimal juga," tambahnya.
Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Didik Kusbiantoro
Sumber: ANTARA
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).