RRI

  • Beranda
  • Berita
  • Tantangan Pemilu Indonesia Terbesar dan Terumit di Dunia

Tantangan Pemilu Indonesia Terbesar dan Terumit di Dunia

18 Januari 2024 15:45 WIB
Tantangan Pemilu Indonesia Terbesar dan Terumit di Dunia
Ilustrasi-Siswi memasukkan surat suara saat mengikuti rangkaian simulasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (23/2/2023). (FOTO: ANTARA/Asprilla Dwi Adha/rwa/aa.)

KBRN, Jakarta: Staf Khusus Wakil Presiden RI, Gatot Prio Utomo menilai, Pemilu di Indonesia memiliki tantangan yang tak mudah. Mungkin bisa dikatakan ini sebagai Pemilu terbesar dan terumit di dunia. 

Menurutnya, indikasi Pemilu Indonesia sebagai yang terbesar dan terumit itu bisa dilihat dari beberapa dimensi. Seperti waktu, jumlah pemilih, dan sebaran pemilih yang luas.  

"Dalam satu waktu secara serentak memilih Presiden/Wakil Presiden, dan memilih legislatif. Pemilihan legislatif  anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPRD baik di Tingkat Provinsi maupun di Tingkat Kabupaten/Kota," kata Gatot Prio Utomo, melalui keterangannya, Kamis (18/1/2024).

Lebih lanjut, Pemilu ini diikuti dengan jumlah pemilih yang sangat besar. Serta, sebaran pemilih di area negara kepulauan yang sangat luas dengan demografi yang sangat beragam, baik dari sisi suku, budaya, tingkat Pendidikan, dan juga kondisi ekonominya.

"Kompleksitas situasi ini jika tidak dipahami dan ditangani secara bijak, maka berpotensi memunculkan risiko pada kohesivitas kebangsaan kita. Oleh karena itu, kualitas Pemilu 2024 harus ditingkatkan," ujar.

Selain itu, agar pemilu menghasilkan pemimpin yang bermartabat maka harus mengedepankan prinsip-prinsep keadilan. "Pemilu bermartabat, maka prinsip-prinsip fairness harus menjadi pegangan dari seluruh pemangku kepentingan," kata Alumnus Univesitas Indonesia ini. 

Ia berpendapat, salah satu hal yang dapat mencederai prinsip fairness tersebut adalah konflik kepentingan (conflict of interest). Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini banyak komponen bangsa yang terlibat dalam tim-tim pemenangan, termasuk para pejabat negara yang menjadi tim sukses paslon.

"Masyarakat seringkali sulit membedakan tindakan pejabat negara, apakah dalam kapasitas sebagai pengemban amanah jabatan atau sebagai timses paslon. Sehingga tidak heran jika kemudian muncul banyak kecurigaan atau persepsi mengenai netralitas," katanya.

"Saya berkeyakinan bahwa kedua badan penyelenggara Pemilu tersebut akan selalu menjunjung tinggi etika, profesionalisme dan netralitas seperti yang ditunjukkan pada Pemilu-Pemilu sebelumnya. Hanya dengan etika, profesionalisme, dan netralitas, maka KPU dan Bawaslu akan menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah Pemilu 2024 yang terbesar dan terumit di dunia ini," ucapnya menambahkan.

Terkait dengan potensi polarisasi dan konflik pasca Pemilu, Prio menyarankan kepada KPU dan Bawaslu memetakan seluruh risiko merumuskan rencana mitigasinya secara efektif. Hal ini agar menjadi daya antisipatif yang cukup jika risiko itu benar-benar terjadi.

"Untuk ini, perlu pelibatan segenap komponen masyarakat, termasuk media dalam proses mitigasi ini, sehingga rumusan mitigasi tersebut dapat dijalankan di lapangan," ujarnya.

Pewarta: Bara
Editor: Cecep Jaiddin
Sumber: RRI