KBRN, Jakarta: Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini merasa khawatir masyarakat menjadi antipati terhadap calon legislatif (caleg) Pemilu 2024. Pasalnya, banyak anggota calon legislatif yang membiarkan alat peraga kampanye (APK) mereka yang dipasang tidak sesuai aturan.
Titi melihat saat ini banyak APK yang dipasang di taman dan pohon-pohon. Bahkan, ada APK membahayakan keselamatan warga karna dipasang semrawut di atas jalan layang (fly over).
"Saya justru khawatir ketika masyarakat melihat (APK) ini terbiarkan, mereka malah bisa antipati kepada pemilu DPR, DPRD, dan DPD. Karena faktanya, selama ini pileg kurang mendapat perhatian dibanding pilpres," kata Titi dalam acara Media Talk KemenPPPA "Pilih Perempuan dalam Pemilu, Aksi Afirmatif Wujudkan Kesetaraan Gender", di Jakarta, Senin (22/1/2024).
Berkaca pada Pemilu 2019 lalu, Titi mengungkapkan surat suara yang tidak sah paling banyak ditemukan pada pemilu legislatif. Pada surat suara ditemukan banyak pemilih yang tidak mencoblos, baik caleg untuk DPR, DPRD, maupun DPD.
"Itu kalau masyarakat gerah, mereka makin cuek dengan pemilu legislatif, karena mereka merasa tidak penting untuk mencoblos legislatif. Jadi, jangan salahkan kalau ada masyarakat yang gerah, frustasi, dan akhirnya mengambil tindakannya sendiri terhadap pelanggaran alat peraga kampanye yang dilakukan oleh caleg," kata Titi.
Titi menjelaskan bahwa aturan mengenai pemasangan alat peraga kampanye dan penyebaran bahan kampanye tertuang dalam peraturan KPU. Aturan tersebut tegas berbunyi bahwa pemasangan APK tidak boleh mengganggu ketertiban umum, kenyamanan, dan keindahan kota.
"Pemasangan poster-poster itu juga dilarang dilakukan di pohon dan di taman. Kritik kepada bawaslu dan pemda sangat nyata, membiarkan pelanggaran dengan alasan mereka tidak punya otoritas untuk melakukan penertiban, menurut saya bukan tidak punya otoritas, tapi tidak mau efektif berkoordinasi dan menegakkan aturan," kata Titi menambahkan.
Peraturan KPU Nomor 15/2023 pasal 70 dan 71 menyebut, ada sanksi bagi seseorang yang melanggar aturan tersebut. Dikatakan Titi, sanksi tersebut merupakan pelanggaran administratif pemilu.
"Jadi, kalau memang Bawaslu tidak mampu menurunkan, umumkan dan panggil partai politiknya untuk melakukan penertiban, kemudian pindahkan alat peraga. Saya melihat ini benar-benar memang sengaja dibiarkan, jadi tidak ada itikad baik untuk melakukan tindakan supaya ini bisa diselesaikan," ujarnya.
Pewarta: Fitratun Komariah
Editor: Heri Firmansyah
Sumber: RRI