TVRI

  • Beranda
  • Berita
  • TPN Ganjar-Mahfud Menilai Pertanyaan Gibran Tidak Relevan di Indonesia

TPN Ganjar-Mahfud Menilai Pertanyaan Gibran Tidak Relevan di Indonesia

23 Januari 2024 05:00 WIB
TPN Ganjar-Mahfud Menilai Pertanyaan Gibran Tidak Relevan di Indonesia
TPN Ganjar-Mahfud Menilai Pertanyaan Gibran Tidak Relevan di Indonesia

TVRINews, Jakarta

Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Satya Heragandhi, menilai pertanyaan yang dilontarkan oleh Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, terkait green inflation (greenflation) tidak relevan dengan situasi di Indonesia.

Menurut Satya, green inflation lebih tepat ditujukan kepada negara-negara di Eropa yang sedang gencar melakukan transisi energi.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi ‘Kalkulasi Kebijakan Redistribusi Tanah dan Administrasi Keadilan Sosial Lewat Pemenuhan Hak Ulayat dan Masyarakat Adat’ di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 22 Januari 2024

"Kemudian, kenapa ini sampai disebutkan? Nah jadi pertanyaan juga. Loh kok sekarang di Indonesia nggak ada apa-apa mengenai greenflation, tiba-tiba ada pertanyaan mengenai greenflation" kata Satya.

Satya menjelaskan bahwa inflasi hijau adalah inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga teknologi dan energi bersih. Hal ini terjadi karena harga teknologi berbasis energi terbarukan biasanya lebih mahal daripada harga energi fosil.

Kemudian, kata Satya, di Indonesia saat ini terdapat dua sumber energi utama, yaitu pertama, energi yang digunakan untuk kendaraan sehari-hari, seperti bahan bakar minyak. Kedua yaitu energi listrik.

Namun, lanjut Satya, kedua sumber energi tersebut memiliki harga relatif yang dikontrol oleh pemerintah. Oleh karena itu, baik energi bersih maupun energi fosil, saat ini tidak ada perbedaan harga jual.

“Tetapi dua-duanya pricing relatif dikontrol oleh pemerintah. Jadi dia mau sumbernya EBT atau energi bersih atau dari energi fossil fuel, saat ini tidak dibedakan harga jualnya, gitu,” jelasnya

"Dengan demikian, pertanyaan itu sendiri mengandung dua makna, satu mengapa dipertanyakan, dua apa yang enggak jelas dari mekanisme di Indonesia yang memang berbeda dengan di Eropa," ungkap Satya.

Pewarta: Ridho Dwi Putranto
Editor: Redaktur TVRINews
Sumber: TVRI