KBRN, Jakarta: Media intermasional The Economist memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan Pemilu 2024 di Indonesia. Bahkan, ketiga pasang kandidat yang berkontestasi pada pilpres nanti dikupas hinga rekam jejaknya.
Berdasarkan catatan The Economist, Prabowo Subianto adalah seorang mantan Komandan Kopassus berumur 72 tahun, dan memiliki kekayaan besar. Selain itu, dia memiliki hubungan dengan keluarga mantan Presiden Soeharto melalui pernikahan, lalu berkomitmen meneruskan warisan pembangunan Presiden Joko Widodo.
Prabowo, yang kalah dua kali dalam Pilpres melawan Jokowi sebelum kemudian diangkat menjadi menteri pertahanan, kini mendukung prinsip-prinsip "Jokowinomics", yang fokus pada pembangunan infrastruktur.
Selain itu, Prabowo juga memilih Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi yang berusia 36 tahun, sebagai rekan duetnya. Meskipun harus ada pengecualian dari Mahkamah Konstitusi yang dipimpin oleh kerabat Jokowi, mengenai batas usia minimum kandidat.
Dikenal karena temperamennya yang kuat, Prabowo kini berusaha mengubah citranya menjadi seorang kakek yang lembut dan pecinta kucing, sambil tetap mempertahankan pesan nasionalisnya. Hal ini menarik bagi sebagian pemilih yang tidak mengenal sejarah Prabowo yang kontroversial.
Termasuk keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia di Timor Leste dan penculikan aktivis demokrasi di era akhir pemerintahan Soeharto. Meski kebijakan luar negerinya masih belum jelas, dia menjanjikan fokus isu keamanan dan pertahanan sebagai aspek penting dalam kampanyenya.
Sedangkan Anies Baswedan, yang berusia 54 tahun, memiliki latar belakang sebagai Rektor Universitas, Menteri Pendidikan, dan Gubernur DKI Jakarta. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga aktivis politik muslim, dan memiliki pendidikan dari Amerika, membentuk pandangannya yang progresif.
Selama kepemimpinannya di Jakarta, Anies fokus pada peningkatan infrastruktur antibanjir, menyediakan makanan sekolah gratis untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu. Bahkan, menunjukkan respons cepat terhadap pandemi Covid-19.
Namun, dalam kampanyenya untuk menjadi gubernur, ia terlibat dalam politik identitas yang kontroversial. Menargetkan petahana yang merupakan etnis Tionghoa, yang menimbulkan keraguan di antara pendukungnya tentang komitmennya terhadap inklusivitas.
Dalam kampanyenya untuk presiden, Anies bermitra dengan Muhaimin Iskandar, Ketua umum partai Islam terbesar di Indonesia, dan menerima dukungan dari kelompok-kelompok muslim konservatif.
Dengan pengalamannya dalam urusan internasional, Anies berambisi meningkatkan pengaruh Indonesia baik di tingkat regional maupun global.
Terakhir, Ganjar Pranowo yang berusia 55 tahun dan menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah untuk dua periode, yang dikenal sebagai sosok modern dan dekat dengan rakyat. Ia bukan berasal dari keluarga politisi terkemuka, namun didukung oleh PDI Perjuangan dan pemimpinnya, Megawati Sukarnoputri, anak pendiri negara dan Presiden pertama Republik Indonesia.
Ganjar, yang memiliki reputasi sebagai teknokrat yang ramah, mengandalkan strategi kampanye yang berakar pada pendekatan langsung dan interaksi dengan rakyat. Dalam strategi kampanyenya, Ganjar memulai dari Papua, daerah paling Timur di Indonesia.
Dia juga mengadopsi metode kampanye "blusukan" yang pernah digunakan oleh Jokowi, dengan kunjungan dadakan ke pasar-pasar dan tempat umum lainnya untuk bertemu langsung dengan masyarakat. Untuk posisi calon wakil presiden, ia telah memilih Mahfud MD, Menteri Koordinator Keamanan pada pemerintahan Jokowi.
Fokus Ganjar dalam kebijakan luar negerinya adalah pada prinsip "bebas dan aktif", dengan janji untuk meningkatkan keamanan di kawasan maritim Indonesia yang luas. Strategi ini mencerminkan pendekatannya yang langsung dan berorientasi pada peningkatan keamanan serta kedaulatan wilayah.
Pemungutan suara 14 Februari akan menentukan pengganti Presiden Jokowi, dengan lebih dari 204 juta warga Indonesia yang memenuhi syarat untuk memilih. Seluruhnya tersebar di lebih dari 14 ribu pulau, partisipasi pemilih diperkirakan akan tinggi.
Pewarta: Saadatuddaraen. ST
Editor: Heri Firmansyah
Sumber: RRI