ANTARA

  • Beranda
  • Berita
  • Moeldoko nilai "Dirty Vote" harus bisa dipertanggungjawabkan 

Moeldoko nilai "Dirty Vote" harus bisa dipertanggungjawabkan 

14 Februari 2024 13:25 WIB
Moeldoko nilai "Dirty Vote" harus bisa dipertanggungjawabkan 
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat memberikan keterangan di TPS 66, Jalan Kavling Kowilhan, Cilangkap, Jakarta Timur, Jakarta, Rabu (14/2/2024). (ANTARA/Walda Marison)
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai film dokumenter "Dirty Vote" merupakan karya berisi informasi yang harus bisa dipertanggungjawabkan.

"Haknya jelas, tanggung jawabnya jelas, sepanjang apa yang dilakukan oleh warga negara Indonesia bisa dipertanggungjawabkan," kata Moeldoko di TPS 66, Jalan Kavling Kowilhan, Cilangkap, Jakarta Timur, Jakarta, Rabu.

Menurut Moeldoko, isi film tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan agar tidak menyesatkan masyarakat. Terlebih, tambahnya, film tersebut berisi tentang isu-isu berkaitan dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Terkait dugaan kepentingan politik dalam penayangan film tersebut, Moeldoko enggan berkomentar lebih jauh.

"Kalau itu upaya-upaya yang menuju kepada politik praktis, saya tidak bisa mengomentari itu," katanya.

Baca juga: Luhut Panjaitan sebut banyak kebohongan dalam film "Dirty Vote"

Film dokumenter "Dirty Vote" disutradarai oleh jurnalis senior Dandhy Dwi Laksono, di bawah rumah produksi Watchdoc.

Film tersebut dirilis di YouTube pada 11 Februari 2024 atau tiga hari menjelang pemungutan suara, Rabu, yang mengungkapkan adanya sejumlah dugaan kecurangan dalam proses Pemilu 2024.

Dandhy Laksono sendiri menyatakan film yang dipandu oleh tiga pakar hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari tersebut merupakan bentuk edukasi untuk masyarakat sebelum menggunakan hak pilih mereka di Pemilu 2024.

Dandy menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar dua pekan, yang mencakup riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis.

Pembuatan film itu pun melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Baca juga: Presiden Jokowi mengaku belum menonton "Dirty Vote"
Baca juga: Edy Rahmayadi: Film "Dirty Vote" edukasi rakyat

Pewarta: Walda Marison
Editor: Fransiska Ninditya
Sumber: ANTARA