Adnan membantah lobi dilakukan oleh pihak perwakilan parpol, sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 oleh tujuh anggota non-aktif PPLN Kuala Lumpur.
"Seingat kami, kami tidak pernah melobi PPLN di dalam pleno atau di luar ruang pleno. Tetapi, ketika DPT yang terakhir pleno itu, kami yang didekati oleh PPLN melalui sekretaris-nya," ujar Adnan saat memberi keterangan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat.
Dia mengklaim perwakilan parpol yang hadir ketika rapat pleno penetapan DPT tersebut telah menyampaikan pandangan di dalam forum rapat. Namun, kata Adnan, Sekretaris PPLN Kuala Lumpur mendekati perwakilan parpol saat rapat diskors supaya adanya pergeseran jumlah pemilih.
Mendengar keterangan Adnan, Hakim Ketua Buyung Dwikora menanyakan isi lobi dari Sekretaris PPLN Kuala Lumpur tersebut. Adnan lantas menjawab, Hendra menawarkan untuk memindahkan 10 ribu pemilih dari metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) menjadi KSK.
“Sekretaris PPLN ketika itu menyampaikan itu kan sudah hampir 5 jam, Yang Mulia, biasa kan pleno 2 jam selesai, ini waktu sudah hampir jam 1 pagi ketika itu; ya sudah, supaya ini enggak terlalu panjang, gimana kalau seandainya DPT TPS yang 270 ribu something ini digeser 10 ribu ke KSK. Itu tawaran sekretaris PPLN," ucapnya.
Tawaran Sekretaris PPLN itu kemudian dijawab oleh Ketua Perwakilan Partai Perindo Tohong. Menurut Adnan, Tohong menilai pemindahan 10 ribu pemilih metode TPS ke KSK masih terlalu sedikit, sehingga Tohong menyarankan 100 ribu pemilih TPS dipindahkan ke KSK.
"Pak Hendra masih bertahan, Tohong masih bertahan, saya di tengah-tengah ketika itu. Ya sudah, 50 ribu saja geser. Akhirnya, Pak Hendra setuju, dia masuk ke ruangan PPLN," tutur Adnan menambahkan.
Setelah itu, sambung dia, rapat kembali dilanjutkan. Rapat pleno tersebut kemudian menetapkan jumlah DPT Kuala Lumpur sebagaimana lobi saat skors tersebut.
"Enggak lama, pimpin lagi pleno, dipimpin oleh PPLN, geser (DPT TPS ke KSK)," kata Adnan.
Dalam surat dakwaan disebutkan bahwa rapat pleno terbuka pada 21 Juni 2023 dihadiri oleh seluruh anggota PPLN, perwakilan partai politik, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), dan perwakilan Kedutaan Besar RI. Rapat dipimpin Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk yang merupakan terdakwa I dalam perkara ini.
Faruk selaku pimpinan rapat menampilkan data perubahan Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) dan menanyakan apakah ada tanggapan atau sanggahan. Saat itu, Tengku Adnan dari NasDem, Tohong dari Perindo, Lukman dari Demokrat, Dasrul Muis dari Gerindra menyampaikan sanggahan dan meminta adanya penambahan komposisi metode KSK dan Pos.
Baca juga: Perwakilan parpol heran coklit di Kuala Lumpur hanya 64 ribu
Baca juga: Bawaslu RI sebut kejadian di Kuala Lumpur tidak boleh terjadi lagi
Baca juga: Hakim tolak keberatan dua terdakwa kasus PPLN Kuala Lumpur
Jaksa menyebut para perwakilan partai tersebut meminta penambahan 50 persen untuk komposisi Pos, 20 persen atau maksimal 30 persen untuk TPS, dan sisanya KSK. Namun, terjadi kebuntuan atau deadlock, sehingga rapat diskors.
Saat rapat diskors, jaksa menyebut perwakilan partai politik melobi para terdakwa, kecuali terdakwa VII atas nama Masduki, untuk meminta agar metode KSK ditambah 30 persen.
Dari hasil rapat tersebut diputuskan bahwa komposisi DPT berubah signifikan dari data di DPSHP, yakni DPT KSK menjadi 67.945 dari semula 525 pemilih; DPT Pos menjadi 156.367 dari semula 3.336 pemilih; sementara TPS LN menjadi 222.945. Sehingga, total DPT Tingkat PPLN Kuala Lumpur adalah 447.258 pemilih.
Sebelumnya, dalam rapat pleno terbuka pada 12 Mei 2023, jumlah DPS yang ditetapkan menjadi DPSHP adalah 442.526 pemilih, dengan rincian metode TPS sebanyak 438.665 pemilih; KSK sebanyak 525 pemilih; dan Pos sebanyak 3.336 pemilih.
Pada perkara ini, tujuh anggota non-aktif PPLN Kuala Lumpur didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Ketujuh orang terdakwa tersebut adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon.
Berikutnya, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 544 atau Pasal 545 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Sumber: ANTARA
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).