Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa hadir dalam sidang sengketa keterbukaan informasi dengan agenda uji konsekuensi ulang di Komisi Informasi Pusat (KIP).
Ketua Majelis Syawaludin membuka persidangan di Ruang Sidang KIP, Jakarta Pusat, Senin, dengan menyampaikan isi surat dari KPU sebagai pihak termohon terkait ketidakhadiran lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
"Mohon kiranya Ketua Komisi Informasi Pusat dapat melakukan penundaan dan penjadwalan ulang pelaksanaan sidang," kata Syawaludin ketika membacakan permintaan KPU.
Alasan ketidakhadiran tersebut adalah karena sedang melaksanakan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat nasional, serta penetapan hasil Pemilu 2024 yang akan segera berakhir pada 20 Maret 2024.
Agenda sidang pun dilanjutkan dengan pemeriksaan empat saksi ahli dari Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) sebagai pihak pemohon.
Keempatnya adalah pakar telematika dan multimedia Roy Suryo, mantan Ketua KIP Abdul Rahman Ma'mun, guru besar psikologi sosial Universitas Bina Nusantara (Binus) Juneman Abraham, dan pakar IT Wahyudi Natakusuma.
Baca juga: Majelis Komisioner KIP pertanyakan tata kelola informasi publik KPU
Baca juga: KPU: Data real count pemilu bisa dikonsumsi publik setelah disahkan
Baca juga: Majelis Komisioner KIP pertanyakan tata kelola informasi publik KPU
Baca juga: KPU: Data real count pemilu bisa dikonsumsi publik setelah disahkan
Sebelumnya, majelis sidang KIP meminta kepada KPU untuk melakukan uji konsekuensi ulang terhadap dua dari tiga register sengketa informasi yang diajukan oleh YAKIN.
Permohonan pertama yang diujikan ulang adalah dengan nomor register 001/KIP-PSIP/II/2024. Pemohon meminta kepada KPU untuk memberikan informasi real count (hitung nyata) dalam bentuk data mentah, seperti file dengan format "csv" harian.
Alasan diminta uji ulang karena perwakilan KPU mengatakan bahwa data atau informasi yang saat ini sedang dalam proses rekapitulasi itu tidak bisa dikonsumsi publik karena belum akuntabel, sehingga majelis hakim meminta lembaga tersebut menyiapkan uji konsekuensi jika mengecualikan informasi tersebut untuk disampaikan kepada publik.
Permohonan kedua yang diminta diuji konsekuensi ulang adalah dengan nomor register 002/KIP-PSIP/II/2024. Pemohon meminta informasi rincian infrastruktur teknologi informasi KPU tentang Pemilu 2024, meliputi topologi, peladen (server) fisik, peladen cloud (penyimpanan awan) dan jaringan, lokasi setiap alat dan jaringan, hingga rincian alat-alat keamanan siber.
Pemohon juga meminta rincian layanan-layanan Alibaba Cloud yang digunakan, termasuk proses pengadaan layanan penyimpanan awan dan kontrak antara KPU RI atau perwakilannya dengan Alibaba Cloud.
Majelis menilai usulan KPU yang tidak ingin mempublikasikan informasi pengadaan server Alibaba tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Selain itu, majelis pun berpendapat bahwa tidak semua informasi di dalam dokumen pengadaan adalah sesuatu yang rahasia.
Majelis menilai usulan KPU yang tidak ingin mempublikasikan informasi pengadaan server Alibaba tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Selain itu, majelis pun berpendapat bahwa tidak semua informasi di dalam dokumen pengadaan adalah sesuatu yang rahasia.
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Chandra Hamdani Noor
Sumber: ANTARA
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).