TVRINews, Jakarta
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi menyampaikan bahwa PPP seharusnya bisa mendapatkan hasil Pemilu hingga 4,04 persen. Apabila dikonversi ke dalam jumlah pemilih, Ia berpendapat ada 150 ribu suara pemilih PPP yang hilang dan tidak terhitung ke dalam rekapitulasi PPP.
"Ada selisih 100-150 ribu suara rekapitulasi itu tidak jauh berbeda dengan yang diumumkan oleh KPU. Dan kami ingin bisa membuktikan itu semua, dimana pergeseran suara-suara itu," kata sosok yang akrab disapa Awiek di Kantor KPU RI, Rabu, 20 Maret 2024.
Pada kesempatan tersebut, Ia turut mengungkapkan bahwa partainya akan menggugat hasil Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Hal itu dikarenakan suara partainya yang ditetapkan di bawah ambang batas parlemen yaitu 4 persen.
"Kami memiliki waktu tiga hari, setelah pengumuman resmi KPU untuk mengajukan ke Mahkamah Konstitusi," jelasnya.
Lebih jauh, Awiek menegaskan bahwa tuntutan ke Mahkamah Konstitusi bukan soal PPP yang terancam gagal masuk parlemen, namun karena baginya setiap suara konstituen wajib diperjuangkan dan dilindungi.
"Tentu kami akan all out di Mahkamah Konstitusi, karena suara ini merupakan titipan atau amanat. Titipan umat yang harus dikawal dan tidak boleh kendor," ungkapnya.
Dalam pemetaannya, pergeseran suara banyak terjadi di Papua Tengah dan Papua Pegunungan. Menurutnya, suara PPP hilang di wilayah tersebut karena noken yang digunakan untuk Pemilu dipegang oleh KPU bukan ketua adat. Akibatnya suara PPP banyak yang berpindah ke partai lain.
"Noken-noken yang dari PPP itu banyak berpindah ke partai lain," jelas Awiek.
Selain dengan sistem noken, sejumlah penggelembungan suara juga banyak merugikan PPP. Seperti di Jawa Barat, menurut Awiek ada sejumlah partai yang digelembungkan suaranya dan merugikan PPP.
"Dan juga ketidakwajaran suara sah di sejumlah dapil itu juga menjadi sorotan bagi kami. Tidak logis ketika suara sah mencapai 99,8 persen, berarti 0,02 persen yang tidak sah, artinya 100 persen terpakai," tandasnya.
Pewarta: Ricardo Julio
Editor: Redaktur TVRINews
Sumber: TVRI