"Berdasarkan laporan yang diterima oleh KASN per tanggal 2 April 2024 tercatat 481 ASN yang dilaporkan atas dugaan pelanggaran netralitas sejumlah 264 ASN atau 54,9 persen terbukti melanggar," ujar Agus dalam siaran yang ditayangkan melalui YouTube KASN RI, Jakarta, Rabu.
Kemudian, sebanyak 181 ASN atau 71,6 persen di antaranya sudah dijatuhi sanksi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Sementara itu, pada Pilkada Serentak 2020 tercatat ada 2.034 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas.
Sejumlah 1.597 ASN atau 78,5 persen di antaranya terbukti melakukan pelanggaran. Lalu, 1.450 ASN atau 90,8 persen sudah dijatuhi sanksi oleh PPK.
"Dari berbagai data yang sudah kami sampaikan itu bahwa pelanggaran netralitas ASN masih banyak terjadi," ucapnya.
Baca juga: KASN: 183 ASN lakukan pelanggaran netralitas di Pemilu 2024
Baca juga: KASN: Asas netralitas jadi kunci RI menuju birokrasi kelas dunia
Selain itu, menurutnya, potensi pelanggaran imparsialitas tidak hanya terjadi dalam aspek politik. Pasalnya, praktik atau bentuk-bentuk potensi pelanggaran imparsialitas juga terjadi pada pelayanan publik, manajemen ASN dan pengambilan keputusan utamanya bagi pejabat publik.
Agus menilai kondisi ini membutuhkan strategi yang tepat untuk mewujudkan pesta demokrasi yang kondusif.
Lalu, eksistensi lembaga pengawas imparsialitas yang independen menjadi krusial dalam mewujudkan demokrasi yang bersih khususnya melalui penerapan netralitas atau imparsialitas dari ASN.
Pengawasan tersebut tentunya akan lebih optimal apabila didukung dengan regulasi dan kewenangan yang kuat serta tentu saja melibatkan civil society.
Adapun praktik-praktik pengawasan terhadap netralitas ASN selama ini telah dilaksanakan oleh pemerintah, namun tentunya masih terdapat celah dalam beberapa aspek yang tidak dapat dijangkau oleh pemerintah.
Oleh karena itu, peran civil society terkait media dan masyarakat terutama generasi milenial dan generasi Z sebagai kekuatan yang berdaulat sangat diperlukan dalam mengawasi netralitas dan kode etik profesi ASN.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Chandra Hamdani Noor
Sumber: ANTARA
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).