"Sekitar 96 juta suara rakyat memilih Prabowo-Gibran itu terbesar dalam sejarah pilpres dunia. Prabowo paling tinggi sebagai presiden dengan jumlah pemilih terbesar di dunia, bahkan sudah mendapatkan banyak ucapan selamat dari kepala negara lain," kata Ujang dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, menanggapi rencana pembacaan putusan perkara PHPU Pilpres 2024 di MK pada Senin (22/4).
Menurut dia, keputusan sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 akan dititikberatkan oleh hakim MK pada bukti-bukti persidangan yang disampaikan pihak pemohon, tidak dilihat pada jumlah suara yang didapatkan pasangan calon tertentu.
"Saya melihat hakim akan mempertimbangkan dengan objektif bukti-bukti dan fakta-fakta di persidangan," ujarnya.
Baca juga: Pakar: Putusan PHPU Hakim MK tak boleh terpaku UU
Ujang menjelaskan dalam masalah hukum, pemohon dituntut memberikan bukti-bukti yang valid agar permohonan mereka bisa dikabulkan oleh hakim. Namun, jika bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon tidak kuat maka sudah dipastikan permohonan mereka akan ditolak.
"Kalau hukum ini kan soal pembuktian. Jadi, kalau kubu 01 dan 03 tidak bisa membuktikan kecurangan, ya tidak bisa. Artinya, kalau buktinya lemah, nggak valid, kemungkinan akan ditolak, kecuali kalau buktinya kuat," katanya menegaskan.
Dikatakan Ujang, dalam persidangan sengketa Pilpres 2024 di MK, bukti-bukti yang dimunculkan atau diberikan di persidangan MK tidak terlalu kuat untuk bisa dikatakan bahwa ada sebuah kecurangan dalam hasil kemenangan yang diraih Prabowo-Gibran.
"Karena bagaimanapun kalau hukum bicara soal alat bukti yang harus riil, nyata dan ada duga-dugaan itu," katanya.
Baca juga: Pakar hukum: Hakim MK dalam fase krusial putuskan sengketa Pilpres
Ujang mencontohkan soal tudingan kecurangan bansos dari kubu 01 kubu 03 sehingga dihadirkan empat menteri di kabinet Jokowi. Tetapi, justru kehadiran para menteri itu semakin membuktikan bahwa tidak ada politisasi bansos seperti yang dituduhkan.
"Ternyata kehadiran menteri di persidangan itu tidak menguntungkan 01, tidak menguntungkan 03 juga, bahkan menguntungkan 02," jelasnya.
Oleh sebab itu, tudingan terjadinya kecurangan melalui bantuan sosial oleh 02 tidak mampu dibuktikan oleh pemohon hingga peluang ditolaknya permohonan capres 01 dan 03 sangat besar terjadi.
"Saya melihat masa iya dengan suara yang besar itu didiskualifikasi, masa iya dibatalkan, kan tidak ada sejarahnya didiskualifikasi, tidak ada juga sejarahnya pembatalan kecuali ada pengulangan di beberapa TPS. Kalaupun itu ada dugaan kecurangan yang terbukti,” katanya.
Baca juga: Hakim MK pulang malam hingga menginap jelang putusan PHPU Pilpres
Baca juga: KPU: Putusan PHPU adalah kewenangan hakim MK
Pewarta: Fauzi
Editor: Didik Kusbiantoro
Sumber: ANTARA
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).