ANTARA

  • Beranda
  • Berita
  • Mengawali pola hidup hemat air dari rumah ibadah

Mengawali pola hidup hemat air dari rumah ibadah

1 Mei 2024 09:04 WIB
Mengawali pola hidup hemat air dari rumah ibadah
Seorang petugas sedang menyiram tanaman menggunakan air daur ulang yang berasal dari air wudu di Masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (29/4/2024). (ANTARA/Sean Filo Muhamad)
Sekitar 70 persen permukaan Bumi kita terdiri atas air. Namun, klaim tersebut bagaikan pisau bermata dua.

Kondisi tersebut bisa menjadikan manusia bersyukur atas mudahnya akses untuk menjalani kehidupannya dengan air, namun juga dapat membuat manusia menjadi boros dan menyia-nyiakan air karena selama ini akses terhadap air dianggap mudah dan nyaris tak terbatas.

Yang tidak diketahui oleh banyak orang adalah fakta bahwa hanya terdapat 2,5 persen dari total air di Bumi yang merupakan air tawar. Dari persentase tersebut, sebagian besar lagi terkunci dalam es beku di kutub dan pegunungan sehingga hanya terdapat sekitar 1 persen dari total air di Bumi yang tersedia dalam bentuk air tawar yang dapat diakses dengan mudah.

Selain itu, distribusi air di seluruh dunia juga tidak merata. Beberapa wilayah mengalami kelangkaan air yang parah, sementara kawasan lainnya mungkin memiliki akses yang lebih baik terhadap sumber air. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap air bersih dan dapat memicu konflik antarnegara maupun antarkomunitas.

Untuk itu, pola hidup hemat air perlu dilakukan demi menjaga keberlanjutan sumber daya air yang kita miliki dan memastikan bahwa air bersih dapat diakses oleh semua orang, di mana pun mereka berada.

Beberapa rumah ibadah di Indonesia telah mencoba mengawali pola hidup hemat air. Salah satunya Masjid Istiqlal yang menjadi ikon rumah ibadah terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara.

Masjid Istiqlal memiliki sistem khusus untuk mendaur ulang air wudu yang digunakan oleh  jamaah, dengan cara mengalirkannya dengan pipa yang terpisah dari saluran buangan kamar mandi, dan menampungnya ke dalam bak penampungan khusus, untuk kemudian disaring menggunakan mesin dengan tiga lapis filter.

Pemanfaatan air tersebut sementara ini hanya untuk menyiram tanaman dan jalan karena belum ada fatwa terkait penggunaan air tersebut untuk digunakan kembali untuk bersuci. Namun, sebenarnya air tersebut merupakan air yang bersih yang telah dikonfirmasi melalui uji laboratorium, tidak berbau, dan tidak berasa seperti halnya air yang mengalir melalui pipa-pipa air yang ada di rumah.

Setiap jam, mesin penyaring tersebut memiliki kapasitas sebanyak 4 meter kubik (m³) air. Dengan waktu penggunaan harian antara 3-5 jam per hari, maka Masjid Istiqlal sanggup mendaur ulang air wudu hingga 12-20 m³ air, atau sekitar 12.000-20.000 liter per hari.

Volume tersebut memang belum mencapai jumlah yang ideal untuk sekelas masjid negara yang memiliki rata-rata kunjungan lebih dari 10.000 orang setiap harinya. Namun, setidaknya Masjid Istiqlal telah mengawali upaya konkret dalam melakukan preservasi air.
Seorang petugas sedang memeriksa mesin filter untuk mendaur ulang air wudu di Masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (29/4/2024). ANTARA/Sean Filo Muhamad


Volume tersebut juga merupakan jumlah yang sudah dioptimalkan melalui upaya penghematan air di hulu, yakni dengan menggunakan keran air dan urinoar hemat air, serta menerapkan sistem dual flush di setiap toiletnya.

Hal tersebut mengantarkan Masjid Istiqlal memperoleh sertifikat Excellence in Design for Greater Efficiencies (EDGE) yang diraih Masjid Istiqlal pada 2022 sebagai rumah ibadah dengan bangunan ramah lingkungan atau green building, yang menyatakan bahwa Masjid Istiqlal lebih hemat air sebesar 36 persen.

Upaya preservasi air sudah seyogyanya dapat dipelajari dan direplikasi oleh masjid-masjid lainnya di Indonesia karena teknologinya cukup sederhana, hanya dengan memisahkan antara air wudu dan air buangan kamar mandi, untuk kemudian disaring dan digunakan kembali untuk menyiram tanaman dan/atau jalanan.

Data Sistem Informasi Masjid (Simas) Kementerian Agama (Kemenag) RI per 1 Mei 2024 menyebut terdapat sebanyak 299.644 masjid di Indonesia. Jika mencoba menakar dengan penghitungan sederhana, dengan 100 orang yang berwudu dan masing-masing berhemat 1 liter air di ratusan ribu masjid tersebut setiap harinya, maka seluruh masjid di Indonesia dapat menghemat air sebanyak 29.964.400 liter air setiap harinya.

Tentunya, angka tersebut dapat berlipat ganda, mengingat banyaknya variabel yang perlu dikalkulasikan untuk menghitung seberapa banyak air yang dapat dimanfaatkan kembali. Akan tetapi yang jelas, upaya tersebut merupakan kontribusi nyata masyarakat Indonesia dalam upaya melakukan preservasi air.

Hal tersebut senada dengan misi yang dibawa pada World Water Forum ke-10 yang akan diselenggarakan di Bali pada 18-25 Mei 2024 mendatang dengan tema "Water for Shared Prosperity" atau Air untuk Kemakmuran, yang fokus membahas empat hal, yakni konservasi air (water conservation), air bersih dan sanitasi (clean water and sanitation), ketahanan pangan dan energi (food and energy security), serta mitigasi bencana alam (mitigation of natural disasters).

Pemerintah Indonesia selaku tuan rumah bertekad untuk memperjuangkan inovasi pendanaan berkelanjutan bagi infrastruktur air bersih dan sanitasi di Indonesia, serta mendorong pembentukan Global Water Fund di ajang World Water Forum Ke-10, untuk merespons ketimpangan anggaran dan mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 6, yaitu pemenuhan akses air bersih dan sanitasi bagi semua.

Dalam upaya menjaga keberlanjutan sumber daya air dan melindungi lingkungan, praktik hemat air merupakan langkah kecil, namun berarti yang dapat kita lakukan setiap hari. Dengan kesadaran dan tindakan bijaksana dalam mengelola penggunaan air, kita dapat berkontribusi secara positif terhadap masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Hemat air bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan komitmen bersama untuk menjaga kehidupan dan keberlangsungan ekosistem di planet ini.


Editor: Achmad Zaenal M
 


Sumber: ANTARA