Sejumlah saluran irigasi dan bendungan yang dibangun pada masa kolonial masih dimanfaatkan sebagai penyedia dan pengatur distribusi air bagi pertanian masyarakat maupun keperluan lain.
Salah satu bendungan atau stuwdam peninggalan masa kolonial Belanda yang masih kokoh berdiri dan beroperasi adalah Bendung Agroguruh yang berada sekitar 7 kilometer dari Bandara Radin Inten II Lampung.
Bendungan dengan panjang bangunan utama mencapai 70 meter dan tinggi empat meter ini tidak memiliki sand trap atau bangunan penangkap lumpur.
Pada bangunan ini ada pula bangunan mercu atau menara menjulang tinggi kokoh bergaya arsitektur khas Belanda dengan tulisan 1935 yang menandakan peresmiannya di masa lampau.
Kemudian di dekat banguan tersebut terdapat bangunan untuk kantor pengairan tempo dulu dengan ventilasi besar penangkap udara untuk daerah beriklim tropis, khas bangunan-bangunan zaman kolonial Belanda.
Selain itu, tanggul bendungan di bagian selatan disusun dengan bebatuan. Kemudian, memasuki area tersebut disambut dengan sebuah alat pemecah batu tua terbuat dari besi yang cukup kokoh buatan perusahaan Inggris H.R Marsden Ltd.
Bendungan itu dibangun mulai 1930 dan selesai pada 1935. Bendungan ini berada di aliran Sungai Sekampung, tepatnya di Desa Tegineneng, Kabupaten Pesawaran.
Pada awalnya, bendungan yang ditargetkan mampu mengairi 20.600 hektare lahan pertanian itu pembangunannya sempat terhenti akibat adanya perang dunia. Proyek pembangunan Bendung Agroguruh baru dilanjutkan kembali pada 1953-1963.
Bendung Agroguruh sebagai salah satu infrastruktur pengairan tua itu pun menjadi cikal bakal dari terbangunnya irigasi Sekampung Sistem yang memanfaatkan potensi air dari Way Seputih dan Way Sekampung. Way dalam bahasa Lampung berarti sungai.
Pengaturan irigasi menggunakan bendung atau bendungan tua tersebut dibagi dua saluran yaitu Feeder Canal I yang mengairi Daerah Irigasi Sekampung Bunut, Daerah Irigasi Sekampung Batang Hari, Daerah Irigasi Raman Utara, dan Daerah Irigasi Batang Hari Utara.
Sedangkan Feeder Canal II mengaliri Daerah Irigasi Bekri, Daerah Irigasi Punggur Utara, dan Daerah Irigasi Rumbia Barat.
Bendung ini tidak selalu melakukan fungsi pengairan, melainkan bisa juga berfungsi sebagai bendung suplesi atau menambah debit sungai yang ada. Seperti halnya Fedder Canal I yang mensuplesi Sungai Batanghari menjadi Bendung Garongan, dan Sungai Raman Utara.
Penjaga Bendung Agroguruh dari Dinas Pengairan Kabupaten Lampung Tengah, Erik Yipito, mengatakan bahwa bendung tersebut kini terdiri dari 13 pintu air yang berfungsi mengatur debit muka air.
Di zaman kolonial, Bendung Agroguruh hanya memiliki tiga pintu air yang semua terbuat dari kayu, karena bendung tersebut saat pembuatannya dilakukan secara manual menggunakan cangkul dan peralatan sederhana.
Namun, dengan adanya penambahan, semua pintu air diperbaharui menggunakan besi dan buka tutup pintu tidak secara manual lagi melainkan dengan mesin yang dimulai sejak 1980-an.
"Saat ini di sebelah kiri ada lima pintu untuk pengairan Daerah Irigasi Punggur Utara dan sebelahnya lagi ada delapan pintu ditambah dua pintu pembuangan," ujar Erik Yipito menjelaskan.
Selain sebagai penyedia air bagi daerah irigasi melalui Sekampung Sistem, Bendung Agroguruh juga menyediakan air baku bagi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kota Bandarlampung sebanyak 750 liter per detik.
Selain Bendung Agroguruh yang menjadi cikal bakal Sekampung Sistem, adapula irigasi peninggalan Belanda lain yang dibangun di tahun yang hampir bersamaan yakni di 1926. Sistem irigasi ini memanfaatkan aliran air dari Way Tebu di Kabupaten Tanggamus menuju Kabupaten Pringsewu dan membentuk Way Tebu Sistem.
Seperti diketahui, Daerah Irigasi Way Tebu Sistem terbagi menjadi empat yaitu Irigasi Way Tebu I dan Way Tebu II dibangun sejak 1926, kemudian pembangunan Way Tebu III di 1927 dan Way Tebu IV dibangun pada 1938.
Irigasi Way Tebu ini mampu menyediakan air irigasi dengan potensi untuk 5.298 hektare, dan potensi fungsional seluas 4.188 hektare.
Secara rinci, Daerah Irigasi Way Tebu I dan II memiliki luas potensi 488 hektare lalu luas fungsi 488 hektare dengan panjang saluran induk 5.200 meter dan berfungsi menampung air dari Way Tebu, irigasi ini terletak di Pekon Banjar Agung Udik Kabupaten Tanggamus.
Lalu, Daerah Irigasi Way Tebu III memiliki luas potensi 2.150 hektare dengan luas fungsi 1.514 hektare dengan panjang saluran induk 4.552 meter dan terletak di Pekon Bumiratu, Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.
Sedangkan Daerah Irigasi Way Tebu IV dengan luas area dua hektare mendapatkan suplesi dari Sungai Way Napal, luas potensi 2.660 hektare, luas fungsi 2.186 hektare dan panjang saluran induk 6.052 meter. Daerah irigasi ini terletak di Pekon Sukawangi, Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.
Keberadaan daerah irigasi ataupun bendung peninggalan zaman kolonial Belanda di Provinsi Lampung hingga kini terus terjaga. Sistem irigasi itu tetap dapat melayani pengairan untuk pertanian dan air baku dengan berbagai upaya revitalisasi oleh pemerintah.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung Lampung Roy Panagom Pardede mengungkapkan bahwa berbagai revitalisasi terus dilakukan setiap tahunnya dengan melakukan perbaikan pintu, klep pintu irigasi, buka tutup pintu penguras penggantian karet sil setiap lima tahun sekali supaya tidak terjadi kebocoran, pengecatan dan berbagai perbaikan lainnya.
Pemeliharaan penting dan harus dilakukan untuk menjaga efektifitas pengairan di irigasi ataupun bendung, waduk, bendungan. Dalam pemeliharaan ini ada kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten.
Untuk sumber daya air dengan layanan di bawah 1.000 hektare akan dilakukan oleh pemerintah kabupaten. Daerah layanan dengan luasan 1.000-3.000 hektare oleh pemerintah provinsi, dan di atas itu akan menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Seperti pada 2019, dilakukan pekerjaan peningkatan Daerah Irigasi Way Tebu Sistem tepatnya pada saluran irigasi karena sejak dibangun zaman Belanda belum pernah diperbaiki secara menyeluruh.
Dengan masih terjaganya sumber daya air berikut sistem irigasi dan bendung di Provinsi Lampung diharapkan daerah ini dapat menjadi daerah yang tahan terhadap krisis air.
Selain itu, keberadaan sistem irigasi tersebut diharapkan pula dapat mendukung ketahanan serta swasembada pangan. Lampung merupakan salah satu daerah lokomotif pertanian urutan enam secara nasional dengan jumlah produksi padi pada 2022 sebanyak 3,3 juta ton.
Sumber: ANTARA
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).