KBRN, Denpasar: Isu air tidak bisa dianggap remeh, terlebih kaitannya dengan tantangan global yang saat ini dihadapi dalam hal perubahan iklim. Hal ini disampaikan Anggota DPR RI Putu Supadma Rudana saat menghadiri WWF Ke-10 di Bali.
"Sekitar 4 miliar penduduk, terancam kelangkaan air sedikitnya sebulan sekali per tahun. Pada 2050, angka tersebut dapat meningkat ke 60% dari penduduk global," katanya.
"Di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, Bali, NTB, hingga Tanimbu (Maluku), pada 2030, diperkirakan mengalami kelangkaan air dari tinggi hingga sangat tinggi. Tantangan terkait water stress ini berlipat, tidak hanya dari perubahan iklim, tetapi juga akibat konflik dan peperangan,” ujarnya.
Data SDGs 2023 dari PBB, lanjut dia, juga masih mencatat miliaran penduduk masih mengalami kekurangan akses ke air minum layak (aman), sanitasi dan higienitas. Sementara di Indonesia, cakupan layanan air minum telah berada di 91,05 persen dengan target pemerintah 100 persen pada 2024 ini.
“Tetapi akses air minum perpipaan, menurut data Perpamsi baru 19,74% (2023). Sisanya adalah akses air minum dari sumber lain seperti galon, air permukaan hingga air tanah," katanya.
Namun demikian, Anggota Biro Komite Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk Pembangunan Berkelanjutan ini juga mengatakan, bahwa berbagai masyarakat dunia tentu memiliki kearifan-kearifan lokal, dan menarik bagi parlemen. Di Bali, kata dia, kearifan lokalnya adalah konsep Tri Hita Karana, konsep Hari Nyepi, dan sistem irigasi SUBAK.
“Di Bali dan di Indonesia, tanah air kita juga memiliki penghormatan yang tinggi terhadap air atau disebut TIRTA. Jadi sejak dahulu, Bali memiliki penghormatan yang tinggi terhadap air," katanya.
Presiden Air Dunia Loic Fauchon yang menyebut bahwa seluruh peserta yang hadir dalam World Water Forum (WWF) Ke-10 di Bali merupakan pejuang air. Menurut dia, isu air ini memang sangat krusial dibahas bagi para pemangku kepentingan dunia mengingat ke depan akan menghadapi perubahan iklim.
Sebelum kegiatan WWF Ke-10 berlangsung di Bali, Putu Rudana sempat melakukan pertemuan dengan Fauchon di Jakarta. Pada kesempatan itu, Putu Rudana bersama Fauchon sepakat bahwa isu air ini menjadi salah satu isu pembangunan berkelanjutan yang krusial untuk dicapai.
“Saat saya bertemu dengan Presiden Dewan Air Dunia Tuan Loic Fauchon di Jakarta. Kita menyadari air sendiri berpengaruh dan terpengaruh oleh perubahan iklim,” kata Putu Rudana di Nusa Dua Bali.
Menurut Putu, Parlemen Indonesia telah membuat terobosan sebagai pejuang air atau warrior on water seperti yang disampaikan Loic Fauchon, yakni Kaukus Air DPR RI atau DPR RI Water Caucus’. Selaku inisiator, Putu berharap keberadaan Kaukus Air DPR RI ini sepanjang masa untuk membuktikan komitmennya terhadap pejuang air.
Tentunya, ke depan juga diperlukan teknologi untuk wujudkan air bersih bagi masyarakat. “Dari parlemen, kita sangat peduli dengan isu air dan ini menjadi komitmen kita dalam forum atau kegiatan sidang yang berkelanjutan," ucapnya.
"Kalau World Water Forum kan seminggu, tapi kalau kaukus ini mudah-mudahan bisa terus sepanjang masa. Kita prakarsai ini bisa terus hadir memperjuangkan kepentingan masyarakat khususnya akses terhadap air bersih," ucap Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini.
Pewarta: Allan
Editor: Bunaiya
Sumber: RRI