RRI

  • Beranda
  • Berita
  • UNESCO-RI Berkomitmen Pertahankan Kelestarian Subak Warisan Budaya Dunia

UNESCO-RI Berkomitmen Pertahankan Kelestarian Subak Warisan Budaya Dunia

22 Mei 2024 14:47 WIB
UNESCO-RI Berkomitmen Pertahankan Kelestarian Subak Warisan Budaya Dunia
Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno saat melakukan kunjungan kerja di Desa Jatiluwih, Tabanan, Bali, Jumat (3/5/2024). Kunjungan tersebut untuk meninjau persiapan perhelatan World Water Forum (WWF) ke-10 yang diselenggarakan pada 18--25 Mei 2024. (Foto: Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif).

KBRN, Denpasar: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) bersama Pemerintah Indonesia berkomitmen merawat dan mempertahankan kelestarian sistem pengairan pertanian Bali (Subak). Demikian dikatakan Deputy Director General of UNESCO, Xing Qu.

Sistem irigasi Subak telah ada sejak ribuan tahun silam dan bertahan sampai kini karena dijaga secara turun temurun. Pada 29 Juni 2012 UNESCO pun menetapkan bahwa Subak sebagai warisan budaya dunia, dan hingga saat ini tetap konsisten berkomitmen mempertahankannya.

“Salah satu upayanya, termasuk melakukan advokasi perlindungan warisan budaya terkait dengan air demi mengatasi tantangan permasalahan air di abad ke-21. Semuanya sangat terkait erat dalam konteks Subak,” kata Xing Qu.

Xing Qu juga memaparkan sejumlah inisiatif dan program yang dilakukan UNESCO dalam meningkatkan promosi dan edukasi terkait dengan bagaimana memanfaatkan air secara bijak. Sejumlah inisiatif itu diantaranya dukungan pendidikan terkait dengan pengelolaan air, peningkatan kapasitas, dan memfasilitasi kerja sama air lintas batas. 

Upaya ini selaras dengan semangat yang digaungkan dalam World Water Forum Ke-10 di Bali. “Kita harus merefleksikan kembali bagaimana hubungan kita dengan air, bagaimana selama ini kita telah mengkonsumsi dan mengolah air," ucapnya.

"Kami juga akan merilis inisiatif-inisiatif baru di Indonesia untuk mendukung pengelolaan air yang lebih berkelanjutan,” katanya menambahkan. Xing Qu pun menyampaikan kekagumannya terkait dengan kehidupan masyarakat Bali yang selalu berhubungan erat dengan air. 

Sejak lahir hingga meninggal, berbagai upacara dan ritual yang dilakukan umat Hindu di Bali itu selalu melekat dengan air. Sebab itu, jika masyarakat tidak lagi bisa mengakses air dan terjadi krisis, maka kondisi ini akan menjadi ancaman. 

Menurut dia, jika hal itu terjadi, dampak krisis air tidak hanya akan dialami oleh masyarakat di Bali saja, melainkan juga berpotensi dialami masyarakat global. Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid mengungkapkan, kearifan lokal soal tata kelola air sudah melekat di masyarakat Indonesia.

Selama ribuan tahun, masyarakat Nusantara sudah mengolah air sebagai sumber utama kehidupan. Kearifan lokal ini menjadi ‘perpustakaan peradaban’ yang sangat besar dan menjadi pembelajaran serta bisa berkontribusi bagi masyarakat global. 

“Apabila kita mau mempelajari khazanah itu dengan baik, saya yakin, kita semua akan bisa menemukan solusi atas permasalahan air yang kita hadapi saat ini. Bali telah memiliki basis nilai pengelolaan air yakni solidaritas dan konektivitas," katanya.

Menurut dia, isu pengelolaan air sangat kompleks karena perlu penanganan komprehensif dan dibutuhkan kerja sama lintas negara. Subak bisa menjadi contoh yang baik karena sistem pengelolaan air ini menawarkan cara yang efektif dan berkelanjutan.  

Pewarta: Allan
Editor: Bunaiya
Sumber: RRI