TVRINews, Badung
Generasi muda Indonesia berkomitmen untuk berpartisipasi aktif dalam mencari solusi mengatasi persoalan air dunia. Dukungan akses informasi dan data yang akurat merupakan kunci untuk melakukan analisis dan menyusun rekomendasi perencanaan serta pengelolaan sumber daya air bagi seluruh pemangku kepentingan.
Hal ini disampaikan oleh Neil Andhika, perwakilan Youth World Water Forum yang juga berprofesi sebagai pengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM), dalam diskusi “The Bandung Spirit Water Summit” yang merupakan rangkaian acara World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Selasa 21 Mei 2024.
Baca Juga: Walikota Samarinda: 20% Warga Belum Mendapatkan Akses Air Bersih
“Tujuannya agar kami bisa memberikan rekomendasi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya air kepada seluruh pemangku kepentingan, khususnya instansi pemerintah dan lembaga internasional, sehingga suara kami dapat didengar dan kami dapat bekerja bersama,” kata Neil dalam diskusi bertajuk “Air, Bencana, dan Perubahan Iklim” dalam “The Bandung Spirit Water Summit”.
“Mungkin mereka [para mahasiswa] bisa memberikan lebih banyak inovasi yang lebih inovatif dan solusi kreatif untuk semua masalah air dan isu terkait lainnya,” tambah Neil.
Selain itu, Neil yang juga mewakili sekitar 27 kelompok kerja dari 45 negara di Youth World Water Forum ini menyatakan pentingnya menanamkan perspektif pengelolaan sumber daya air yang bijak sejak kecil. Tujuannya, agar dampak permasalahan air bisa disadari sejak dini sehingga terbangun kesadaran.
Senada dengan Neil, perwakilan dari U-INSPIRE, Hilman Arioaji, juga menyampaikan bahwa generasi muda Indonesia sangat ingin berkontribusi dalam inovasi di bidang pengelolaan air dan pengurangan risiko bencana. Namun, mereka menghadapi hambatan besar dalam mengakses data berkualitas yang membatasi kemampuan mereka untuk berinovasi dan menerapkan solusi berbasis lokal.
Menurut Hilman, kontribusi generasi muda sangat penting terutama dalam mengatasi masalah air, pencegahan bencana, dan perubahan iklim. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan menjamin akses informasi bagi semua orang di semua tingkatan, termasuk anak muda, melalui sistem informasi air global.
Baca Juga: UNESCO-RI komitmen Pertahankan Kelestarian Subak sebagai Warisan Budaya Dunia
Selain Neil dan Hilman, tokoh pemuda lain yang menjadi pembicara dalam forum diskusi “The Bandung Spirit Water Summit” di antaranya Moina Al Hajji dari Aleppo, Suriah. Dia menyuarakan bagaimana negara yang hancur akibat perang bisa membangun kembali semua infrastruktur, termasuk infrastruktur air.
Pembicara lainnya, Lamis Qdemat dari Palestina, menyerukan agar air tidak digunakan sebagai senjata, seperti yang terjadi di Palestina. Dia menegaskan bahwa air seharusnya tidak boleh dijadikan senjata dalam peperangan, tetapi harus dijadikan sarana untuk meningkatkan kerja sama, kolaborasi, dan solidaritas.
Sumber: TVRI