Momen gelaran World Water Forum ke-10 di Bali menjadi tonggak penting dalam hubungan bilateral antara Republik Indonesia dan Republik Suriname dalam berkolaborasi untuk melindungi pesisir dan rehabilitasi mangrove.
Melalui keterangan Tim Komunikasi dan Media World Water Forum ke-10 di Badung, Bali, Kamis, diketahui bahwa pihak Suriname menunjukkan minat yang besar terhadap proyek unit penangkapan sedimen yang sukses diimplementasikan di Demak, Jawa Tengah dan kemudian diformalkan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU).
Kerja sama tersebut dilatarbelakangi upaya memajukan dan memfasilitasi perlindungan lingkungan pesisir dan rehabilitasi mangrove dengan tujuan meningkatkan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi dari ekosistem mangrove bagi kedua negara serta berkontribusi dalam mengatasi dampak buruk perubahan iklim global.
Area kerja sama yang tercakup dalam MoU meliputi aspek-aspek perubahan iklim yang disepakati bersama. Kedua, rehabilitasi mangrove melalui pendekatan berbasis ekosistem dan solusi berbasis alam, termasuk teknik unit penangkapan sedimen, pemeliharaan, serta pemantauan data.
Lalu, terdapat kesepakatan untuk mengelola lingkungan pesisir dan juga area kerja sama lainnya yang disepakati bersama oleh kedua pihak.
Sementara bentuk kerja sama yang diatur dalam MoU ini meliputi pertukaran kunjungan ahli/personel, pengetahuan, pengalaman, dan praktik terbaik, bantuan teknis, peningkatan kapasitas, dan bentuk kerja sama lainnya yang disepakati bersama oleh kedua pihak.
Adapun kedua negara pada 25 Januari 2024 telah menandatangani MoU mengenai Kerja Sama dalam Perlindungan Lingkungan Pesisir dan Rehabilitasi Mangrove.
Penandatanganan dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia Siti Nurbaya dan Menteri Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Republik Suriname Marciano Dasai.
Saat itu Menteri Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Republik Suriname menyampaikan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk mengajukan kolaborasi melalui pertukaran pengetahuan dan bantuan teknis terkait perlindungan pesisir hijau dan rehabilitasi mangrove.
Hubungan bilateral kedua negara telah berlangsung sejak Agustus 1951 ketika Suriname masih berada di bawah pemerintahan Belanda, melalui kantor perwakilan pada tingkat Komisariat di Paramaribo.
Melalui kerja sama yang baru ini diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral dan membawa manfaat nyata bagi perlindungan lingkungan dan rehabilitasi ekosistem di kedua negara.
Baca juga: Presiden Jokowi ajak delegasi World Water Forum tinjau pembibitan bakau di Bali
Baca juga: Pakar: Biodiversitas ekosistem pertahanan pertama dari bencana alam
Baca juga: UEA letakkan batu pertama pusat global penelitian mangrove di Bali
Sumber: ANTARA