RRI

  • Beranda
  • Berita
  • Wawancara Khusus WWF Ke-10: Chief Operating Officer Sejiva

Wawancara Khusus WWF Ke-10: Chief Operating Officer Sejiva

24 Mei 2024 15:00 WIB
Wawancara Khusus WWF Ke-10: Chief Operating Officer Sejiva
Chief Operating Officer Sejiva, Matteo Bierschneider (kiri) dalam wawancara khusus dengan PRO3 RRI di sela-sela pelaksanaan World Water Forum (WWF) ke-10, di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC). (Foto: Dok RRI)

KBRN, Nusa Dua: Chief Operating Officer Sejiva Matteo Bierschneider menungkapkan, sebagai perusahaan perjalanan yang memiliki fokus terhadap pelestarian lingkungan. Pihaknya berkomitmen untuk turut berperan dalam menjaga eksistensi air. 

Termasuk, dengan menyediakan program perjalanan yang bersifat sosial melibatkan masyarakat setempat. Selengkapnya dalam wawancara bersama Reporter Retno Mandasari. 

Bisakah Anda menjelaskan kepada kami apa itu Sejiva?

Sejiva lahir dari tiga perusahaan yaitu salah satunya “Sebumi”. Kita semua punya satu visi kita sudah sangat fokus pada lingkungan, tapi juga sama budaya Indonesia. 

Jadi, akhirnya kita menciptakan sebuah entiti yang bisa dibilang social travel enterprise yang niatnya menggunakan pariwisata. Sebagai kendaraan untuk mensupport daerah Indonesia yang sebenarnya luar biasa dari sisi keberagaman maupun budaya dan alam.

Apa saja yang melatarbelakangi Sejiva untuk fokus pada bidang-bidang tersebut?

Jadi, kita inspirasinya seperti tadi saya bilang kita bertiga sudah punya satu visi tinggal ditingkatkan. Jadi, akhirnya kita bilang ayo kolaborasi daripada satu-satu menuju sama yang penting kita kolaborasi mungkin bisa lebih tepat. 

Akhirnya kita menciptakan sebuah pergerakan yang namanya travel positif. Jadi, everyone can travel dengan positive impactnya tempat yang kita kunjungi.

Bagaimana Sejiva memanfaatkan momentum World Water Forum (WWF) Ke-10 di Bali kali ini?

Kebetulan dalam konteks ini World Water Forum yang ke sepuluh ini kita disupport sama Kemenparekraf. Jadi salah satu pergerakan bersama Kemenparekraf inisiasinya adalah “low carbon tours”. 

Artinya rute perjalanan yang rendah emisi, alam arti tidak ada emisi dalam penginapan dan lain-lain. Jadi, kita perhatikan dan yang kedua karena ini memang tema air kita menciptakan sebuah rute khusus membahas kepentingannya nilai air terhadap budaya spiritualitasmenya dan juga alam. 

Jadi, orang bisa join trip ini dia belajar oh iya buat org Bali sebenarnya penting banget begitu juga orang Indonesia konteksnya air. Karena, kita di Bali juga memang agama Tirta, jadi sangat menyatu dengan kepentingan air. 

Itu tema-tema yang kita angkat melalu mungkin “Melukat”, melalui konsep konservasi air mereka bisa menginap di hotel yang “low water prove print”. Jadi, itu sedikit edukatif tapi ada juga unsur “leisure” ya. 

Apakah perjalanan ini hanya di sekitaran Bali?

Yang ini khususnya di sekitar Bali, karena kita antisipasi bahwa orang tidak punya banyak waktunya. Jadi, khusus untuk peserta yang datang ke WWF mungkin mereka tidak bisa kunjungi tempat yang lain.

Tapi, di Sejiva sendiri kita dukung banyak tempat atau kita punya banyak destinasi seperti Raja Ampat, Tanjung Puting, Sumba dan juga Lombok. Di mana kita rancang berbagai perjalanan yang bermanfaat ke destinasi tersebut.

Apakah Sejiva juga memiliki program dalam upaya melestarikan atau mengelola air?

Jadi, sebenarnya tema itu luas intinya adalah positive impact. Jadi, yang kita harapkan kedepan karena Sejiva masih muda. 

Tapi, kedepan kita ingin prosesnya dari bawah ke atas. Kita punya tiga nilai utama atau core valuesnya itu adalah people, nature and culture. 

Bagaimana kita bisa menciptakan sebuah produk atau rute yang juga terintegrasi dengan nilai itu. Jadi, mungkin kita lihat contohnya Pulau Rote,  kita lihat apa kebutuhannya di Pulau Rote. 

Ternyata, kita bicara dengan petani sana mereka butuhnya air juga. Terus kita rancang semacam perjalanan korporet atau perjalanan edukasif, yang nanti membangun sumur air dengan tenaga surya. 

Jadi, nanti ada 50 keluarga petani yang bisa hidup dari sumur itu pas musim kemarau. Jadi, kita mau belajar dulu dari teman-teman di destinasi, apa masalahnya, apa yang kita bisa dukung, baru kita rancang produk.

Jadi, bukan hanya jual program ya?

Bukan hanya jual program. Tapi elemen Corporate Social Resposibilty (CSR) dan ada dampak positif.

Negara mana saja yang memiliki minta terhadap berbagai program yang ditawarkan Sejiva?

Kebetulan karena kita ekosistem cukup luas ada dari luar negeri, Asia, Eropa, Amerika Serikat. Tapi, Sejiva di dalam konteks ini masih fokus pada perjalanann domestik. 

Jadi, kita lihat sebenarnya orang Indonesia mungkin tinggal di kota masih belom mengeksplorasi daerah Indonesia. Tapi, semenjak pandemi jadi tren lagi mengeksplorasi negara sendiri. 

Jadi, kita ingin ada terhubung dengan alam oleh teman-teman yang ada di Indonesia. Ini juga mengapresiasi keberagaman yang ada di Indonesia.

Chief Operating Officer Sejiva, Matteo Bierschneider menungkapkan, sebagai perusahaan perjalanan yang memiliki fokus terhadap pelestarian lingkungan, pihaknya berkomitmen untuk turut berperan dalam menjaga eksistensi air. (Foto: Dok RRI) 

Kalau berdasarkan program perjalanan yang sudah dibuat Sejiva, seperti apa kondisi air di lapangan?

Jadi, sebenarnya kita bisa dibilang social enterprise kita masih didalam proses pembangunan SOP dan lain-lain. Tapi, untuk setiap trip kita punya “impact measurement”. Jadi, akan memberi tahu informasi ke tamu.

Tapi juga ke kita bagaimana dampak perjalanannya. Kita hitung di emisi, kita hitung kontribusi proyek lokal. Terus nanti harapan kita bisa evaluasi dampaknya seperti apa kalau kita kunjungi Pulau Rote berkali kali. 

Apakah ada perubahan tetap gitu. Tapi, itu butuh skala yang signifikan juga karena kalau kedepannya kita inginnya ada yang mendukung reguler bukan sifat proyek-proyek satuan datang sekali lalu selesai.

Bagaimana kita bisa menciptakan dampak yang terus-menerus mungkin secara nyata yang kita coba laksanakan membangun pusat reboisasi karang di Sumba. Nanti kita hubungkan ke pemangku kebijakan lokal setempat. 

Harapannya wisatawan walaupun tidak lewat Sejiva. Dia bisa mendukung bisa mampir masalah kepentingan karang di Sumba dan bisa kontribusi melalui donasi.

Apakah di Sejiva para kru didominasi oleh para pemuda?

Kru-krunya sendiri masih muda. Tapi teman-teman yang masih ada di Sejiva muda-muda.

Mungkin ada korelasi juga terhadap kepedulian anak muda sekarang atau milenial  pasti kepedulian lebih tinggi. Jadi, minat kerjanya lebih bermakna.

Pada saat pembukaan WWF ke-10, Presiden World Water Council atau Dewan Air Dunia (WWC), Loic Fauchon mengajak kita semua menjadi “Pejuang Air”. Bagaimana teman-teman di Sejiva memaknai hal tersebut?

Jadi, kita lagi diskusi dalam perbentukan belom final tapi kita harapkan punya semacam Blue Program atau Program Biru. Yakni didalam internal Sejiva yang kita sedang diskusian. 

Ada  para mitra seperti Smiling Coral Indonesia atau beberapa mitra yang cukup lama aktif dalam konservasi kerang atau laut. Itu kita inginnya ada perjalanan penghubung. 

Jadi, kita punya tiga bagian, pertama “Leisure Trip” yang sifatnya liburan, “Education Trip” yang lebih ke pelajar dan mahasiswa serta ada “Corporate CSR Trip”. Itu semuanya kita ingin mendukung misalnya ada proyek lokal seperti “Pusat Reboisasi Kerang”. 

Tapi, juga untuk para mahasiswa atau orang-orang yang mau belajar mengenai konservasi laut. Dan kepentingan laut dengan konteks Indonesia. 

Selama penyelenggaraan WWF ke-10 apakah Anda sudah menerima tawaran untuk bekerjasama?

Iya, banyak sebenarnya di luar topik. Karena, karena konteksnya air jadi mungkin ada banyak teknologi dan lain-lain. Kemudian, kita jelaskan sebenarnya ada banyak kearifan lokal yang luar biasa di Indonesia yang sebenarnya dari dulu sudah lama membahas konservasi air. 

Tidak harus selalu melalui teknologi yang canggih, tapi juga bisa kembali ke kearifan lokal. Ada beberapa yang sangat tertarik sebenarnya dan untuk tema air juga cocok. Karena, untuk perusahaan mungkin ingin belajar mengenai solusi-solusi lokal.

Pewarta: Jayanti Retno Mandasari
Editor: Mosita
Sumber: RRI