World Water Forum Ke-10 yang baru saja rampung pada Jumat pekan ini menjadi pemantik yang sepatutnya meningkatkan kesadaran dunia atas pentingnya menangani masalah air dan mewujudkan keamanan air bagi semua.
Tema “Water for Shared Prosperity” (Air untuk Kemakmuran Bersama) yang diusung agenda internasional tersebut menegaskan bahwa sumber daya air harus dipastikan tersedia untuk semua orang di mana pun manusia berada.
Keamanan air bagi semua memang harus dijamin karena air salah satu aspek terpenting dalam kehidupan karena manusia tidak dapat bertahan hidup apabila mereka tidak mendapat air.
Namun, sekitar 2,2 miliar orang saat ini kekurangan akses terhadap air minum yang aman dan setengah populasi dunia tidak memiliki fasilitas sanitasi yang aman.
UNICEF pun memperingatkan bahwa 700 balita meninggal setiap hari akibat tidak memiliki akses air dan sanitasi.
Perubahan iklim yang terjadi kian memperparah kelangkaan air bahkan di daerah dengan air melimpah serta memperburuk kondisi di kawasan yang sudah sulit air. Padahal, satu dari 10 orang di dunia saat ini hidup di daerah yang mengalami masalah kesulitan air.
Sebagai contoh, sebagaimana dijelaskan Presiden Fiji Wiliame Katonivere, salah satu masalah yang negaranya hadapi adalah ketahanan air. Meski pihaknya tengah menjalankan kebijakan melindungi sumber daya air kepada masyarakat, dukungan dari komunitas internasional juga pada akhirnya dibutuhkan.
Meski air merupakan aspek yang cukup penting dalam perkembangan dunia, persoalan ketahanan air kadang terlewat dari perhatian pemimpin dunia.
“Kita bekerja membangun negara masing-masing, kita pun turut bekerja menanggulangi masalah perubahan iklim. Namun, kita sering kali luput menangani persoalan keamanan air,” ucap Presiden Fiji kepada ANTARA.
Bahkan, menurut Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-78 Dennis Francis, mewujudkan keamanan air sama dengan menjaga perdamaian serta merupakan awal mewujudkan stabilitas pasokan air jangka panjang.
Saat ini manusia hidup pada masa di mana perdamaian antarnegara dapat dengan sangat mudah terganggu, termasuk dipicu oleh masalah air. Oleh karena itu, pragmatisme ini seharusnya mendorong komunitas internasional mencegah konflik akibat masalah air, termasuk dengan menanggulanginya secara bersama-sama.
Selain itu, sumber daya air yang terjamin juga menjadi salah satu aspek penting dalam upaya global memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Tujuan Nomor 6 SDGs terkait air bersih dan sanitasi mendorong terwujudnya semua target SDGs, terkhusus Tujuan Nomor 1 dan 2 mengenai pengentasan kemiskinan dan kelaparan.
Baca juga: Kesetaraan air bagi mereka yang tinggal di pulau-pulau kecil
Baca juga: KLHK kuatkan peran generasi muda dalam upaya konservasi air
Oleh karena itu, deklarasi tingkat menteri World Water Forum Ke-10 mencakup, di antaranya, pendirian Centre of Excellence untuk ketahanan air dan iklim serta pengarusutamaan isu pengelolaan air untuk negara-negara berkembang di pulau-pulau kecil, diharapkan dapat mendorong kerja sama antara negara dalam hal tersebut.
Kompendium aksi konkret World Water Forum Ke-10 yang menjadi bagian tak terpisahkan dari deklarasi tersebut turut disahkan. Kompendium tersebut mencakup 113 proyek di sektor air dan sanitasi dengan nilai total 9,4 miliar dolar AS atau Rp149,94 triliun yang akan dilaksanakan di sejumlah negara.
Sementara itu, dalam upaya mewujudkan ketahanan air dan menangani persoalan kelangkaan air musiman, kekeringan, dan bencana hidrometeorologi, Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UN ESCAP) Armida Alisjahbana menyatakan kolaborasi dalam pemanfaatan sumber air bersama diperlukan.
Kolaborasi pemanfaatan air tersebut penting, utamanya untuk memastikan ketersediaan dana yang diperlukan untuk mitigasi, adaptasi, dan pengurangan risiko bencana. Apalagi, dibutuhkan 144,74 miliar dolar AS (Rp2,3 kuadriliun) setiap tahunnya untuk membiayai upaya tersebut hanya untuk kawasan Asia-Pasifik.
Alisjahbana juga menyoroti pentingnya pendekatan ilmiah, yang dapat dilakukan dengan mengumpulkan ilmuwan dan pemangku kepentingan berpengalaman, serta investasi untuk sistem data peringatan awal bencana untuk mewujudkan pengumpulan data yang lebih mumpuni sehingga dapat mengurangi kerugian bencana hingga 60 persen.
Senada, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Denis Chaibi menyatakan teknologi tata kelola air, baik dalam bentuk perangkat lunak maupun perangkat kerasnya, harus dikembangkan. Teknologi kecerdasan buatan (AI) yang semakin lumrah saat ini akan memainkan peranan yang kian penting dalam tata kelola air pada masa depan.
Selain itu, sebagai salah satu upaya mendukung ketahanan air dunia, Indonesia memprakarsai pembentukan suatu dana air global (Global Water Fund) sebagai mekanisme bersama penanganan berbagai masalah air di semua negara di dunia.
"Global Water Fund itu pada prinsipnya platform global untuk dapat memobilisasi pembiayaan yang nanti bisa membantu pembiayaan sektor air maupun sumber daya air di suatu negara," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna.
Bila terbentuk, dana tersebut akan melingkupi semua negara. Dana para donatur akan dimobilisasi untuk membiayai pengembangan ekosistem dan infrastruktur sumber daya air dan sanitasi yang layak bagi masyarakat dunia.
Meski pendanaan semacam itu amat penting dan hampir semua negara memiliki masalah terkait air, mendorong kemauan politik negara-negara dan komitmen bersama para pemangku kepentingan terkait justru menjadi tantangan utama pembentukan mekanisme pendanaan ini.
Pada akhirnya, masalah air adalah persoalan yang dihadapi semua negara dan akan berdampak besar pada kehidupan umat manusia apabila tidak ditanggulangi. Kerja sama internasional untuk bersama-sama menyelesaikan masalah air dari hulu ke hilirnya pun semakin mendesak.
World Water Forum Ke-10, melalui deklarasi tingkat menteri dan kompendium aksi konkretnya, memberi secercah harapan akan kolaborasi komunitas global untuk saling membantu satu sama lain mewujudkan keamanan air bagi semua sehingga anak cucu kita ke depan tidak lagi kehausan dan kesulitan mendapat air.
Karena, ketersediaan air juga menentukan nasib manusia di Bumi ini pada masa mendatang.
Editor: Achmad Zaenal M
Sumber: ANTARA