ANTARA

Prestasi biliar yang tak pandang usia

14 September 2024 17:19 WIB
Prestasi biliar yang tak pandang usia
Pebiliar Jawa Tengah Tan Kiong An berlaga pada partai final nomor carom 3 cushion single cabang biliar PON Aceh-Sumut 2024 di Pardede Hall, Medan, Kamis (12/9/2024). Tan berhasil menyabet medali emas setelah meraih kemenangan dalam laga pamungkas melawan wakil Jakarta Raudy Halim dengan skor akhir 40-27. (ANTARA/Aloysius Lewokeda)
Medan (ANTARA) - Seorang lelaki melangkah perlahan sambil menggenggam erat sebuah tongkat kayu berwarna hitam-putih dengan panjang sekira 1,5 meter di tangan kanannya.

Ia berjalan mengitari sebuah meja yang berjejer di antara sembilan meja biliar di dalam gelanggang pertandingan biliar Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 di Pardede Hall, Kota Medan.

Matanya tak berkedip saat menatap tajam tiga buah bola berwarna putih, merah, dan kuning yang tergeletak di atas meja beralas karpet hijau.

Tak berselang lama, ia mengarahkan ujung tongkat yang meruncing mendekati salah satu bola untuk membuat bidikan, disusul dengan melesatkan tembakan.

Suara teriakan dan tepuk tangan penonton seketika memecah keheningan di sekitar meja itu, setelah bola yang ditembak memantul dinding meja sebanyak tiga kali hingga mengenai bola yang ditargetkan. Ia berhasil mencetak poin ke-40 yang menandakan akhir pertandingan.

Pemilik poin itu adalah Tan Kiong An, salah satu dari 141 peserta yang mengikuti kompetisi cabang biliar PON Aceh-Sumut 2024.

Pebiliar dari tim Jawa Tengah itu keluar sebagai juara pada nomor carom 3 cushion single, setelah menumbangkan wakil dari Jakarta Rudy Hasan dengan selisih poin yang lebar, 40-27.


Baca juga: Pebiliar berusia 74 tahun Tan Kiong An tambah emas untuk Jawa Tengah
Baca juga: PON 2016 - Tan Kiong Ang, 20 tahun menunggu medali emas



Halaman berikut: Tan Kiong membuat penonton terpukau

Tan Kiong memukau penonton juga pebiliar lain yang turut menyaksikan banyak momentum tembakan bola dengan tingkat akurasi tinggi untuk menghasilkan poin demi poin dalam pertandingan itu.

Setidaknya, ketakjuban penonton itu tercermin dari kata-kata singkat yang mereka ucapkan: ngerih, nice, perfect, mantap banget, berkelas.

Selain permainan nan apik, fakta menarik yang menambah kekaguman penonton adalah Tan Kiong sudah berusia 74 tahun. Ia merupakan pebiliar tertua dibandingkan dengan peserta lainnya dalam kompetisi biliar pada pesta olahraga nasional itu.

Bintik-bintik yang muncul di balik kulit wajah yang berkeriput menggambarkan usia yang tak lagi muda. Lengannya yang tak lagi berotot mewakili tubuh yang termakan usia.

Sisi tua pebiliar yang tampil pada nomor tunggal itu pun terlihat saat mengeksekusi bola. Tan Kiong tak pernah membungkukkan badan hingga 90 derajat, seperti dilakukan pebiliar pada umumnya, ketika membidik dan menembak bola.

Dari cara memposisikan tubuh, sepintas terkesan pebiliar itu tidak serius dalam bertanding. Namun, kesan itu akan lenyap seketika saat bola yang ditembak selalu akurat untuk menghasilkan poin.

Tan Kiong menepis keraguan penonton terhadap penampilannya di usia senja dengan sebuah prestasi gemilang: juara.

Ia menambah pundi medali emas untuk Jawa Tengah yang sebelumnya baru mengoleksi satu emas melalui pasangan Rico Dela/Rizkha Affandy yang memenangkan final nomor 15 ball double putra.


Baca juga: PON 2024 ajang pemantapan pebiliar Sumut untuk seleksi ke SEA Games


Halaman berikut; Adu ketepatan bukan kecepatan
Adu ketepatan

Dalam PON Aceh-Sumut 2024, Tan Kiong diutus Pengurus Provinsi Persatuan Olahraga Biliar Seluruh Indonesia (POBSI) Jawa Tengah untuk berkompetisi pada nomor carom. Kategori biliar yang satu ini memang tidak populer bagi kalangan awam.

Carom tidak dimainkan dengan cara memasukkan bola ke dalam lubang seperti bermain pool, snooker, maupun english billiard. Tidak ada satu pun lubang di meja biliar carom.

Jumlah bola yang dimainkan juga hanya tiga yaitu bola putih, bola merah, dan bola kuning, yang tidak diberi nomor.

Cara memainkan biliar carom terbilang unik. Bola harus dipantulkan sebanyak tiga kali sebelum menyentuh bola lain. Setiap pemain baru mengantongi satu poin apabila sudah tiga kali memantulkan bola untuk menyentuh bola lainnya.

Bagi Tan Kiong, pertandingan biliar carom merupakan ajang mengadu ketepatan dengan lawan, bukan kecepatan. Setiap sisi meja harus diperhitungkan secara tepat karena bola yang ditembak harus memantul tiga kali sebelum menyentuh bola lain.

Ia pun kerap mengarahkan tongkat untuk membuat semacam sketsa arah pantulan bola sebelum melesatkan tembakan.

Ketepatan merupakan prinsip yang selalu ia pegang teguh dalam permainan carom. Tak hanya tepat dalam memantulkan bola, namun juga saat menempatkan bola bagi lawan ketika tembakan bolanya meleset dari sasaran.

Pada setiap laga, ia berusaha untuk selalu tepat menerapkan strategi untuk mengunci permainan lawan agar tidak berkembang. Strategi itu terbukti mujarab untuk memenangkan pertandingan, termasuk Rudy Hasan di partai pamungkas yang menentukan gelar juara.

Menerapkan strategi yang tepat dalam permainan carom bukan perkara mudah, namun Tom Kiong berhasil melakukannya. Prinsip ketepatan ia terapkan dengan sempurna dalam setiap laga hingga meraih medali emas pada PON kali ini.

Baca juga: POBSI apresiasi pebiliar tiga provinsi baru adu kemampuan dalam PON

Halaman berikut: PON ajang prestisius
PON ajang prestisius

Tan Kiong bukan pemain baru dalam olahraga biliar di tanah air. Pebiliar yang mulai menggeluti olahraga biliar sejak berusia 18 tahun itu sudah tampil dalam berbagai kompetisi tingkat nasional, termasuk PON hingga mancanegara seperti SEA Games.

Ia pun tak pernah absen mengikuti PON yang merupakan kompetisi olahraga terbesar di Indonesia. Tan Kiong tampil sebagai atlet biliar bermain pada kategori carom sejak PON Jakarta 1996, meskipun saat itu belum banyak atlet yang ikut bertanding.

Baginya, PON merupakan kompetisi olahraga paling prestisius di Indonesia karena mempertemukan semua atlet dari berbagai cabang olahraga, termasuk biliar. PON menjadi ajang pembuktian kemampuan untuk bersaing menjadi yang terbaik di level nasional.

Oleh karena itu, ia menyambut gembira ketika diutus untuk ikut berkompetisi pada PON Aceh-Sumut 2024 yang berlangsung selama 9-20 September.

Bahkan, Tan Kiong pun memastikan dirinya siap kembali tampil lagi pada PON selanjutnya jika kembali mendapatkan kesempatan.

Di balik tujuan berkompetisi untuk meraih medali PON, ia membawa misi pribadi mempopulerkan olahraga biliar khusus pada kategori carom agar semakin banyak peminat dan bermunculan talenta baru.

Ia menginginkan ada "Tan Kiong Tan Kiong" baru yang lebih hebat, mampu menorehkan prestasi yang membanggakan hingga ke kancah internasional.

Asa besar lahirnya bakat-bakat baru lewat PON juga diutarakan Wakil Ketua Umum POBSI Syafril Nasution dalam pembukaan pertandingan biliar PON.

Bagi POBSI, PON merupakan momentum strategis untuk melahirkan talenta-talenta unggul yang ke depan bisa dibina untuk menghadapi berbagai kejuaraan di level mancanegara.

Nasution pun mengapresiasi antusiasme tinggi para pebiliar dari berbagai wilayah di tanah air ikut berkompetisi pada PON Aceh-Sumut 2024. Bahkan, beberapa provinsi baru dari Pulau Papua seperti Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan juga mengirimkan wakil untuk bersaing dalam turnamen yang melibatkan peserta dari 32 provinsi.

Partisipasi pebiliar itu, kata dia, mencerminkan bahwa olahraga biliar tidak ada batasnya. Siapa saja, dari mana asalnya, berapa pun usianya bisa ikut bersaing dan berprestasi.

Benar. Siapa saja bisa berprestasi di cabang biliar, seperti lelaki berusia 74 tahun, Tan Kiong.


Baca juga: Biliar - Dua bersaudara raih medali perak untuk Kepri
Baca juga: POBSI Sumut sebut arena biliar PON disiapkan tanpa bantuan pemprov

Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Dadan Ramdani
Sumber: ANTARA