Sebagai pendatang baru, barongsai tidak hanya tampil sebagai hiburan, melainkan simbol transformasi, dari tradisi menuju ranah olahraga prestasi.
Barongsai yang sebelumnya dikenal sebagai bagian dari kultur Tionghoa kini mulai menjejaki peran barunya sebagai olahraga prestasi tingkat nasional.
Hal itu bermula saat tarian naga itu melakoni debut sebagai cabang eksibisi di PON XIX/2016 Jawa Barat, kemudian barongsai resmi dipertandingkan sebagai cabang olahraga PON XXI yang dibagi dalam beberapa nomor, di antaranya pekingsai kecepatan, ketangkasan, penkingsai taulo bebas, dan halang rintang.
Cabang olahraga barongsai edisi pertama ini ternyata menjadi panggung pertunjukan bagi kontingen tuan rumah, Aceh dan Sumatra Utara. Kontingen Sumut menduduki posisi pertama dengan meraih empat medali emas dan dua medali perunggu.
Empat emas untuk Sumut datang dari nomor naga kecepatan, naga halang rintang, barongsai tradisional, dan pakingsai taolu bebas. Adapun dua perunggu dari nomor barongsai ketangkasan dan pakingsai kecepatan.
Selisih tipis dari Sumut, Kontingen Aceh di posisi kedua membawa dua medali emas dari barongsai ketangkasan dan pakingsai kecepatan, dua perak dari nomor barongsai kecepatan dan pakingsai taolu bebas, serta medali perunggu dari nomor barongsai halang rintang, naga halang rintang, dan barongsai taulo bebas
Tim Jawa Timur berada di posisi ketiga dengan dua medali emas, serta masing-masing satu medali perak dan perunggu.
Baca juga: Hasil akhir barongsai PON XXI: Sumut merajai pertandingan
Baca juga: Masuknya "naga" dalam pertarungan PON
Halaman berikut: Komposisi musik dan gerakan narongsai
Martial Arts Arena di Kompleks Sumut Sport Center, Deli Serdang, menjadi lokasi pertama sejarah itu terukir. Lokasi yang baru dibangun secara khusus untuk PON tahun ini mendadak riuh dengan hadirnya "para naga berkepala singa" yang menari lincah dengan kaki-kaki kokoh para atlet sebagai tumpuannya.
Sang naga mengawali tariannya dengan iringan musik oriental bertempo sedang.
Komposisi musik barongsai memang sederhana, hanya ansambel musik ritmis yang alat musiknya tidak bernada melainkan memberikan ketukan yang berfungsi untuk mengatur irama atau tempo dari gerakan sang naga.
Namun siapa sangka, komposisi musik yang sederhana itu mampu menggerakkan penonton yang semula duduk kemudian beranjak berdiri kala tabuhan tambur (drum), lhin (gong) dan jik (simbal) berhasil menciptakan birama dengan tempo yang cepat. Seketika itu juga, tarian barongsai berubah gesit dan menjadi atraksi.
Pukulan simbal yang terdengar nyaring juga bukan semata untuk mengatur tempo, namun sebuah penanda bagi atlet barongsai untuk mempertegas gerakan sekaligus membangkitkan suasana.
Gerakan lincah dan tangkas dari para atlet Kontingen Aceh membuat sang naga membawa pulang medali emas dari nomor pekingsai ketangkasan dalam partai final melawan Jawa Timur.
Medali emas dari barongsai adalah bukti nyata bahwa filosofi olahraga sejatinya memang lahir dari tradisi permainan dan kesenian yang melekat dalam masyarakat.
Lewat pendekatan tradisi permainan dan kesenian, barongsai berevolusi menjadi cabang olahraga yang mengandalkan kekuatan, keterampilan, dan ketangkasan.
Kekuatan fisik menjadi tumpuan utama karena atlet harus mengangkat kepala naga berbahan bubur kertas atau pulp dengan bobot 25 kilogram. Sedangkan atlet lain di belakangnya harus memiliki keterampilan guna menjaga ritme dan gerakan naga agar sang naga terus menari.
Kemampuan fisik tiap-tiap atlet itu kemudian dibungkus dengan komunikasi dan kerja sama tim yang menjadi esensi untuk beberapa nomor cabang olahraga dalam barongsai, yakni pekingsai kecepatan, ketangkasan, penkingsai taulo bebas, dan halang rintang.
Dalam setiap nomor, atlet harus menggabungkan kekuatan fisik dengan teknik yang presisi. Ini adalah bukti bahwa barongsai tidak hanya membutuhkan seni, tetapi juga latihan fisik intensif dan mental untuk membangun tim yang kuat.
Baca juga: PB FOBI bidik barongsai Indonesia masuk SEA Games hingga Olimpiade
Halaman berikut: Inspirasi dari keberagaman olahraga
Inspirasi dari keberagaman olahraga
Dalam PON 2024, barongsai melombakan 10 nomor antara lain naga kecepatan, naga halang rintang, naga taolu bebas, barongsai halang rintang, barongsai tradisional, barongsai taolu bebas, barongsai kecepatan, barongsai ketangkasan, pakingsai taolu bebas, dan pakingsai kecepatan.
Terdapat "naga" dari 15 provinsi yang turut bertarung antara lain dari Sumatera Utara dan Aceh sebagai tuan rumah, kemudian Jawa Timur, Kalimantan Utara, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Riau, Bali, Banten, Jawa Barat, Kalimantan Barat, serta Kalimantan Timur.
Prestasi yang diraih tim Sumut dan Aceh patut diapresiasi karena mereka membuktikan bahwa tradisi barongsai bisa menjelma pertandingan yang kompetitif di event nasional. Hal itu sekaligus menegaskan bahwa dengan kerja keras, apa pun mungkin untuk diraih, bahkan dalam cabang olahraga baru seperti barongsai.
Pelatih tim Barongsai Aceh, Harianto alias Acong mengatakan bahwa kekuatan mental adalah kunci di balik keberhasilan tim Serambi Mekah membawa tujuh medali.
Meskipun cabor ini masih baru, namun kontingen Aceh tidak memandang sepele, melainkan memandang PON sebagai arena penting untuk membuktikan prestasi. Inilah pesan yang sangat relevan untuk generasi muda, terutama yang ingin meniti karier di dunia olahraga.
Barongsai, meskipun berakar dari tradisi Tionghoa, kini menjadi milik bersama masyarakat Indonesia.
Ini menunjukkan bahwa olahraga, dari mana pun asal-usulnya, memiliki kemampuan untuk menyatukan berbagai kelompok masyarakat. Bahkan untuk edisi pertama ini, atlet-atlet mayoritas muslim asal Serambi Mekah yang membawa pulang tujuh medali dari olahraga yang berakar dari tradisi.
Dengan diikutsertakannya Barongsai di PON XXI 2024, Indonesia sekali lagi menunjukkan bahwa keberagaman budaya bukanlah halangan, melainkan kekayaan kultur yang harus dirayakan dan diintegrasikan ke dalam segala aspek kehidupan, termasuk olahraga.
Generasi muda Indonesia bisa mengambil makna penting bahwa keberagaman adalah kekuatan yang tidak dimiliki banyak negara lain. Kekayaan budaya di Nusantara merupakan aset besar yang bisa diarahkan untuk membangun bangsa.
Barongsai di atas pentas bukan cuma tarian naga berkepala singa, namun di dalamnya ada kecepatan, kekuatan, keuletan dan kerja sama setiap atlet untuk memastikan sang naga bisa menampilkan tarian terbaik.
Generasi muda dapat menjadikan pencapaian ini sebagai motivasi untuk berani menggeluti cabang olahraga yang mungkin belum terlalu populer, tetapi memiliki potensi besar karena menyimpan kekayaan budaya.
Barongsai pun menunjukkan bahwa olahraga tradisional dapat diakui secara nasional, bahkan berpotensi untuk mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.
Baca juga: PB FOBI bidik barongsai Indonesia masuk SEA Games hingga Olimpiade
Baca juga: Ketum KONI: PON XXI harus jadi momentum kebangkitan olahraga barongsai
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Dadan Ramdani
Sumber: ANTARA
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).