"Saya di rumah mau bikin tempat latihan kecil-kecilan biar angkat besi tuh lebih dikenal dan sama derajatnya seperti bulutangkis dan sepakbola," kata Deni kepada Antara di Auditorium Universitas Cenderawasih, Kabupaten Jayapura, Jumat.
Lifter yang pernah tampil di kelas kelas 67 kg putra Olimpiade Tokyo 2020 itu telah merintis karir sebagai pelatih angkat besi dengan membuka kelas latihan di daerah Bogor.
Deni memutuskan pensiun setelah merasa puas dengan medali perak di ajang SEA Games XXVI. Deni mencatat angkatan sbatch143 kg dan clean and jerk 172kg. "Itu capaian tertinggi saya," ujarnya.
Aksi copot sepatu di panggung 67kg putra PON Papua menandai berakhirnya karir Deni. Keputusan itu ia pilih usai menuntaskan pertarungan Olimpian bersama Eko Yuli Irawan (Jawa Timur) dan Triyatno (Kalimantan Timur) pada Rabu (6/10) di PON Papua.
Deni yang mewakili Bengkulu harus puas dengan medali perunggu. Ia mencatatkan total angkatan seberat 303kg (snatch 137kg dan clean and jerk 166kg).
Pensiun sebagai lifter disebabkan cedera otot kaki kanan yang diperkirakan Deni membutuh waktu lama untuk pemulihan.
"I'm done!. Silakan terjemahkan sendiri. Saya melihat cedera kaki kanan saya. Ada cedera bahkan sebelum saya ikut di Olimpiade," katanya usai bertanding di final PON Papua.
Deni kerap merasa kesakitan di bagian otot kaki yang menjalar hingga ke tulang sendi. Rasanya seperti tersengat aliran listrik, kata Deni menambahkan.
Kendala itu pula yang menyebabkan Deni sempat terkapar di panggung usai mengangkat barbel seberat 166kg di angkatan clean and jerk PON Papua.
"Makanya di angkatan ketiga seperti kata pelatih, apapun yang terjadi bahkan sampai terkapar, harus mati-matian saya jalani," katanya.
Baca juga: Saat lifter Indonesia di Olimpiade berebut medali PON Papua
Baca juga: Lifter putri Jambi sumbang emas angkat besi
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Dadan Ramdani
Sumber: ANTARA
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).