KBRN, Jayapura: Keringat Lena masih menetes. Wajahnya datar saja, saat wasit menyatakan kemenangan untuk Jawa Barat, tim yang dibelanya sejak dulu.
Permainannya bersama sang adik, Leni, hari itu jauh dari level permainan terbaik mereka. Meski menang, sebagian besar poin tercipta dari kesalahan lawan yang mungkin sudah gentar duluan dengan nama besar mereka.
“Sebentar lagi ya mas, saya recovery dulu,” ujar Lena saat saya meminta izin untuk wawancara usai pertandingan.
Saya pun menunggu tidak jauh dari pandangan mata. Sembari mencatat ulang hasil pertandingan, saya melihat Lena sedang membantu sang adik melakukan cooling down dan peregangan. Hal yang lazim dilakukan seorang atlet usai bertanding.
Catatan saya hampir selesai, tiba-tiba suara pelan terdengar.
“Mas, nanti wawancaranya sama Leni saja ya saya mau sholat ashar dulu,” Lena rupanya sudah berdiri disamping saya. Saya pun mengiyakan.
Leni masih duduk dilantai sembari memijit pelan kaki kanannya saat saya menghampiri. Saya membuka percakapan dengan memberikan selamat atas kemenangan dan sesekali membahas tentang pertandingan yang baru saja usai. Saat berbincang, Leni terus memijat kakinya sebelah kanan. Rupanya, dirinya sedang cidera.
“Ini cidera saat final melawan Jawa Tengah kemarin. Sebenarnya ini bengkak. Sakitnya bukan main apalagi saat baru bangun pagi. Rasanya mau nangis karena ga bisa jalan, tapi saya paksa main,” ujar perempuan kelahiran Indramayu, 7 Juni 1989 ini.
Ingatan saya langsung mundur ke belakang. Saya juga sempat menyaksikan Leni sempat menabrak kursi saat mengejar bola di partai final nomor regu putri melawan Jawa Tengah. Lena, Leni dan Asri bermain habis-habisan saat itu tapi dewi fortuna belum berpihak kepada mereka dan hanya mampu menghasilkan medali perak.
Pertandingan di nomor double event masih panjang. Leni dan sang kakak baru menyelesaikan satu pertandingan pada babak penyisihan grup. Sementara kaki Leni masih belum juga masih dibekap cidera.
“Ga apa-apa main aja, yang penting main taktis saja. Yang penting jangan bikin kesalahan sendiri,” tukas gadis peraih dua medali perunggu Asian Games 2018 ini.
Lena dan Leni memang ditarget medali emas pada PON kali ini. Satu medali emas di nomor regu sudah lepas dan artinya hanya tersisa satu medali emas di nomor duble event. Leni mengaku tidak menjadikan itu sebagai beban. Hanya saja terselip keinginan mereka bisa membawa pulang medali emas setidaknya di kesempatan terakhir mereka tampil di PON.
“Ini PON terakhir buat kami. Biar ada regenerasi juga, kalau kita bertahan di Pelatnas terus kapan junior akan muncul. Selain itu juga mungkin ada rencana juga untuk pembatasan usia. Tapi intinya kami ga akan main lagi,” cetus Leni.
Baca Juga : Berakhir Manis, Emas PON Terakhir Bagi Lena-Leni
Rencana untuk meninggalkan lapangan sudah mantap diniatkan oleh pasangan maestro sepak takraw nasional ini. Sederet agenda pertandingan yang ada tahun depan seperti SEA Games dan Asian Games dipastikan akan menjadi tahun penutup karir mereka diatas lapangan.
Usai pensiun sebagai atlet, Lena dan Leni mengaku sudah punya rencana. Ilmu yang mereka miliki akan mereka gunakan untuk mencetak atlet-atlet sepak takraw muda di tanah kelahiran mereka.
“Insyaallah nanti akan melatih di Indramayu saja membina anak-anak disana-sana. Saya sudah bicara sama Lena, kami akan fokus disana,” imbuhnya.
Diakui Leni, niat untuk mencetak atlet muda di kampung halaman muncul secara tidak sengaja. Selama masa pandemi, mereka harus berlatih dirumah selama lebih dari satu tahun. Aktivitas mereka ternyata menarik perhatian anak-anak setempat. Sejak saat itu, banyak anak-anak yang ikut berlatih bersama mereka.
“Anak-anak usia SMP dan SMA itu ada dua regu yang sudah jadi. Karena saya disini bertanding jadi mereka tidak ada yang melatih, kasihan. Setelah ini kami akan fokus untuk mereka,” beber Leni.
Tidak terasa, waktu sudah semakin sore. Lena juga sudah kembali dari mushola untuk sholat ashar dan mereka harus kembali ke penginapan untuk pemulihan fisik untuk menghadapi pertandingan esok harinya. Perbincangan pun kami sudahi.
Perjalanan Lena dan Leni untuk mencapai ke titik saat ini melewati perjuangan yang panjang. Putri pasangan Surtinah dan Toni’ah ini menutup pertandingan PON XX dengan meraih medali emas di nomor double event putri. Akhir yang manis untuk menutup lembaran sejarah tampil di ajang multievent paling bergengsi di tanah air.
Pewarta: Rian Apridhani
Editor: Tegar Haniv Alviandita
Sumber: RRI