Menurut Komaruddin hasil itu justru bagus dan memenuhi fungsi PON untuk menyaring nama-nama atlet tinju baru yang bisa dikirimkan Indonesia ke pesta olahraga tingkat regional maupun internasional.
"Saya kira, banyak juara-juara baru itu bagus untuk PON ini, karena dari sini saya harapkan ada nama-nama yang siap memperkuat Indonesia di SEA Games, Asian Games bahkan Olimpiade," kata Komaruddin saat ditemui selepas rangkaian pertandingan semifinal kategori putra.
Dua juara bertahan yang tumbang terjadi di kelas ringan (56-60kg) dan kelas berat (81-91kg).
Di kelas ringan petinju tuan rumah Papua Gresty Alfons yang berstatus peraih medali emas PON 2016 harus puas dengan medali perunggu PON Papua setelah dua kali dipukul jatuh dan kalah angka dari wakil Jawa Barat Walmer Pasiale.
Sementara itu di kelas berat, juara bertahan peraih medali emas PON 2016 Nasrudin asal Nusa Tenggara Barat tampak kewalahan meladeni serangan-serangan petinju Papua Barat Willis Boy Riripoy sehingga menelan kekalahan angka.
"Juara bertahan itu memang tidak boleh menganggap remeh penantang baru, karena biasanya petinju baru itu latihannya masih maksimal, disiplin dan hormat sama pelatihnya," kata Komaruddin.
"Sementara yang juara bertahan itu kadang karena sudah terbiasa dan umurnya lanjut jadi kemampuannya terancam menurun," ujarnya menambahkan.
Rangkaian partai final cabang olahraga tinju yang memperebutkan 17 medali emas dari 10 kelas kategori putra dan tujuh kelas kategori putri dijadwalkan berlangsung pada Rabu (13/10).
Baca juga: Dua peraih emas 2016 terhenti di semifinal kelas berat putra PON Papua
Baca juga: Petinju Jabar-Sulut optimistis tatap final kelas welter ringan putra
Baca juga: Abaikan sorak sorai pendukung, petinju Jabar pukul jatuh wakil Papua
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Atman Ahdiat
Sumber: ANTARA
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).