Kita bisa melihat langsung sentra para perajin menghasilkan produk- produk kriya kulit kayu di Bumi Cendrawasih yaitu di Kampung Asei yang merupakan kampung wisata dan letaknya berada di tengah Danau Sentani.
Untuk itu ANTARA pun melakukan perjalanan guna melihat kegiatan harian masyarakat di Kampung Asei itu.
"Dari kecil sa (saya) melakukan ini, dari zaman nenek moyang kita su (sudah) kerjakan ini tiap hari. Dimulai dari anting- anting sampai sekarang mahir semua kerajinan," kata mama Maryones Onge (46), salah seorang warga asli yang tinggal di Kampung Asei saat ditemui.
Kerajinan kulit kayu merupakan salah satu mata pencaharian andalan di Kampung Asei. Mulai dari dini anak- anak di kampung adat itu memang diwajibkan mempelajari keterampilan membuat kesenian hasil tangan.
Di masa perhelatan PON XX Papua, orang- orang dari Kampung Asei beramai- ramai datang ke kota untuk ikut menyemarakan pelaksanaan ajang multievent nasional empat tahunan itu.
Mereka menjajakan produk- produk keseniannya untuk bisa menjadi pilihan oleh- oleh bagi para pelancong maupun kontingen atlet serta ofisial dari luar Papua yang bertanding di ajang PON Papua.
Setiap harinya mama Maryones bisa membuat banyak kerajinan mulai dari ikat kepala, tas kulit kayu, hingga rumbai tradisional yang menjadi bagian dari pakaian adat dari Negeri Mutiara Hitam.
"Kalau topi (ikat kepala) sehari sa bisa bikin 20 paling banyak, tapi corona kemarin sa kesulitan jual ini," katanya.
Biasanya pada kondisi normal, Kampung Asei selalu ramai pengunjung yang ingin berwisata dan mencari buah tangan asli buatan masyarakat adat.
Namun sejak adanya pandemi COVID-19, hasil kerajinan dan kegiatan di kampung wisata Asei terhenti.
"Biasanya ada kapal putih itu bawa turis asing ke sini. Sekitar 3 sampai 6 bulan sekali. Mereka pasti beli ikat kepala dan kerajinan kulit kayu yang kami buat. Tapi sejak corona ini kami mencukupi kebutuhan sehari- hari sebisanya," ujar mama Maryones.
Kehadiran PON Papua dilihatnya sebagai salah satu langkah kebangkitan dari ekonomi kerakyatan yang terpukul akibat pandemi COVID-19.
Mama Maryones juga senang karena dirinya bisa terlibat aktif menyemarakan perayaan PON pertama di kawasan paling timur Indonesia ini.
Ia menceritakan dalam waktu tiga minggu sebelum PON berlangsung, keluarganya ikut membuat ikat kepala hingga ratusan pesanan untuk melengkapi pakaian para penari yang menghibur masyarakat pada pembukaan PON yang megah.
Selain ikat kepala, mama Maryones juga membuat rok rumbai yang masih berbahan dari kulit kayu alami agar penampilan para penari tetap terlihat menyatu dengan alam.
Lewat karya- karya seni rupanya itu, ia ingin menunjukan bahwa masyarakat Papua itu memiliki kreativitas tak terbatas dengan tetap mempertahankan nilai budayanya.
Setiap karyanya diharapkan dapat membawa kebahagiaan dan juga kedamaian bagi para pengguna atau penerimanya.
Mama Maryones pun melihat PON Papua sebagai ajang menunjukan wajah Papua yang aman, damai, dan bersahaja.
Kedamaian yang kini dijaga oleh masyarakat selama PON Papua diharapkannya bisa terus berjalan dalam jangka panjang.
Selain Maryones, ANTARA juga menemui pelukis hiasan kulit kayu Jefry Nere (42) yang dengan giat membuat lukisan khas Tanah Papua di atas kulit kayu.
Ia mengaku senang karena kerajinan kulit kayu dari Kampung Asei ternyata menjadi favorit para pelancong untuk dijadikan sebagai cenderamata selama PON berlangsung.
Sehari- hari ia dengan tekun membuat lukisan simbol- simbol yang menceritakan peristiwa maupun keindahan dari Papua.
Seperti saat ditemui, ia sedang melukis burung cendrawasih yang menjadi hewan langka yang hanya ada di Tanah Papua.
Jefry mengaku sangat bahagia bisa memeriahkan pelaksanaan PON pertama yang dilakukan di Papua.
"Pesanan banyak sekali, kita bisa gerakan lagi ekonomi keluarga yang kemarin terganggu corona. Sa senang wisata su dibuka lagi," kata Jefry.
Kedua orang yang usianya sudah mulai sepuh itu berharap lewat penyelenggaraan PON Papua masyarakat Nusantara bisa mengenal lebih baik sisi humanis dari Bumi Cendrawasih.
"Kitong (kami) punya harapan, PON ini semua selesai dengan aman dan damai. Supaya semua hal baik bisa diceritakan, supaya semua orang dapat mengenal yang terbaik tentang Tanah Papua ini," ujar mama Maryones.
Jika anda tertarik untuk berwisata ke Kampung Asei di Kabupaten Jayapura, anda bisa menyebrang dari Dermaga Kalkhote Distrik Sentani Timur.
Anda bisa melakukan tawar menawar dengan perahu- perahu yang berada disana untuk melalukan penyebrangan ke Kampung- Kampung Wisata di kawasan Sentani termasuk ke Kampung Asei.
Perjalanan menuju Kampung Asei sangatlah dekat hanya menempuh waktu sekitar 5 menit sehingga anda tidak perlu berlama- lama berada di atas kapal.
Selama perjalanan anda akan disuguhi dengan pemandangan alam yang masih asri bersama dengan jernihnya air Danau Sentani yang memberikan relaksasi pada tubuh anda.
Di Kampung Asei, selain anda bisa bercengkrama langsung dengan penduduk asli Kampung Adat, anda juga bisa membeli kriya kulit kayu kesukaan anda yang dibanderol mulai harga Rp50.000 hingga Rp 500.000 tergantung ukuran dan tingkat kesulitan pembuatan seni rupa tersebut.
Keramah tamahan para penduduk juga menjadi nilai positif dari Kampung Asei karena selain bisa mencari oleh- oleh asli buatan tangan masyarakat Papua, anda juga bisa belajar budaya dari masyarakat di kampung- kampung wisata.
Baca juga: Olahan sampah Kota Jayapura didaur ulang menjadi dompet
Baca juga: Kerajinan kulit buaya jadi pilihan suvenir unik kontingen PON XX Papua
Baca juga: Produk kerajinan penyumbang PDB terbesar ketiga nasional
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Dadan Ramdani
Sumber: ANTARA
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).