RRI

  • Beranda
  • Berita
  • Arti Kode Khusus Berbagai Nomor Pertandingan Peparnas

Arti Kode Khusus Berbagai Nomor Pertandingan Peparnas

3 November 2021 23:57 WIB
Arti Kode Khusus Berbagai Nomor Pertandingan Peparnas

KBRN, Jakarta: Perhelatan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) 2021 siap berlangsung di Papua pada 02 – 15 November 2021.

Atlet-atlet penyandang disabilitas dari 34 provinsi berupaya mencetak sejarah sebagai yang terbaik di provinsi paling timur Indonesia.

Mereka akan berlomba untuk menyumbangkan keping medali bagi kontingen masing-masing pada Peparnas ke-16 tersebut.

Para atlet akan berlaga pada 12 cabang olahraga (cabor) terdiri dari angkat berat, atletik, boccia, bulu tangkis, catur, judo, menembak, panahan, renang, sepak bola cerebral palsy (CP), tenis lapangan kursi roda, dan tenis meja.

Paralimpik atau paralympic berasal dari Bahasa Yunani.

Para artinya “di samping” atau “bersama” ditambah kata olympic.

Penggunaan kata “paralimpik” sendiri mengacu kepada hasil kesepakatan Sidang Umum Komite Paralimpik Internasional (IPC) di Bonn, Jerman, 18 November 2005 silam.

Disebutkan bahwa kata "paralimpik" digunakan sebagai istilah resmi untuk event olahraga penyandang disabilitas

Kegiatan internasional penyandang disabilitas seperti ASEAN Paragames, Asian Paragames atau Paralimpiade, penamaan cabang olahraganya ditambahkan kata “para”.

Misalnya parapanahan, parabulu tangkis, paratenis meja dan lain sebagainya.

Namun, untuk ajang Peparnas, pihak Komite Nasional Paralimpik Indonesia atau National Paralympic Committe Indonesia (NPCI) selaku induk organisasi cabang – cabang olahraga paralimpik di tanah air telah mengeluarkan ketentuan khusus.

Salah satunya terkait penyebutan nama cabang olahraga tanpa menambahkan kata "para" di depannya.

Sebaliknya, beberapa cabang olahraga disematkan kata sesuai spesifikasi pesertanya, misal judo tuna netra, sepakbola cerebral palsy, tenis lapangan kursi roda, dan bulu tangkis kursi roda.

Mengutip Buku Pegangan Teknis Peparnas Papua yang dikeluarkan oleh NPCI, dicantumkan nomor – nomor dari 12 cabor yang dipertandingkan.

NPCI pun mencantumkan persyaratan ketat agar para peserta dapat dikategorikan sebagai atlet penyandang disabilitas dan layak mengikuti pertandingan.

Misalnya, mereka wajib melengkapi diri dengan bukti – bukti pendukung berupa laporan pemeriksaan medis dari rumah sakit dan dokter bersangkutan mengenai kondisi fisik yang dimiliki.

Pada sejumlah cabang olahraga dimainkan Kelas Elite di mana kelas ini diikuti oleh atlet nasional yang pernah terjun di event internasional.

Setiap atlet di Kelas Elite hanya boleh bertanding pada satu nomor saja.

Ada pula Kelas Nasional, diikuti oleh atlet daerah dan nasional yang belum pernah ikut dalam pertandingan internasional.

Kelas Elite dan Nasional ini diberlakukan pada cabor seperti bulu tangkis, catur, judo, menembak, dan renang.

Ketentuan ini dibuat agar terjadi pemerataan prestasi dari seluruh peserta Peparnas Papua.

Penggunaan Kode Khusus

Mengacu pada standar internasional yang berbeda dengan nomor lomba pada cabang olahraga di PON, pada ajang Peparnas terdapat klasifikasi khusus berdasarkan kondisi fisik peserta.

Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kode – kode tertentu di antara 12 cabang perlombaan.

Misalnya pada cabang atletik yang digelar di Stadion Utama Lukas Enembe, Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kota Sentani, Kabupaten Jayapura.

Menurut NPCI, aturan nomor pertandingan Peparnas Papua untuk atletik harus mengacu kepada IPC Athletic Rules dengan klasifikasi disabilitas.

Yakni hambatan fisik (tuna daksa), penglihatan (tuna netra), pendengaran (tuna rungu), dan intelektual (tuna grahita).

Kode khusus untuk penamaan nomor pertandingan mengacu kepada nama lain atletik sebagai cabang olahraga lintasan dan lapangan (Track and Field).

Misalnya Kelas T/F11 diikuti oleh atlet dengan kondisi fisik tidak dapat menangkap cahaya pada waktu diberi rangsangan sinar dan tidak mampu mengenal bentuk tangan pada jarak dan arah manapun.

Lalu ada Kelas T/F12 di mana atlet memiliki ketajaman pandangan sampai dua meter yang diukur dengan alat optik snellen dan memiliki bidang pandang kurang dari 20 derajat.

Untuk atlet yang turun di Kelas T/F11 dan T/F12 pada nomor lari, pelaksanaannya dapat dibantu oleh pemandu (runner guide) yang telah disiapkan oleh kontingen masing-masing.

Selanjutnya ada Kelas T/F13 di mana atlet memiliki ketajaman pandangan sampai enam meter dan bidang pandang kurang dari 20 derajat.

Kelas T/F20 diperuntukkan bagi atlet tuna grahita.

Ada pula Kelas T/F35-T/F38 dengan peserta memiliki kondisi fisik kekejangan tertentu (ringan hingga berat) pada separuh tubuh atau tiga anggota badan (bagian tangan dan kaki), dapat berjalan sendiri, dan mempunyai problem control pada tangan dan kaki.

Untuk Kelas T/F36- T/F38 dikhususkan bagi atlet kategori cerebral palsy (CP).

Masih ada Kelas T/F40-T/F41 di mana pesertanya diukur berdasarkan tinggi badan dan panjang lengan.

Untuk Kelas T/F42-T/F47, klasifikasi pesertanya berdasarkan kondisi fisik serta kemampuan menggerakkan tubuh tanpa dan dengan alat bantu.

Untuk Kelas T52-T54 para atlet menggunakan alat bantu kursi roda dan untuk Kelas T/F +54 khusus bagi atlet tuna rungu.

Para atlet Kelas F55, F +56, F57 melakukan pertandingan dengan cara duduk karena kondisi khusus pada kedua kaki.

Cabang boccia melombakan 10 nomor terdiri dari perorangan dan berpasangan (mixed pairs).

Terdapat Kelas BC1-BC5 meliputi lima nomor perorangan dan lima nomor berpasangan.

Panitia Besar Peparnas Papua telah menyiapkan sebanyak 24 keping medali emas untuk diperebutkan atlet – atlet cabang boccia yang digelar di Auditorium Universitas Cenderawasih, Kota Jayapura.

Seluruh pertandingan boccia mengacu kepada aturan baku Boccia International Sport Federation (BISFed).

Sementara cabor bulutangkis terdapat kode khusus yang menunjukkan tingkat kemampuan fisik bertanding para atletnya.

Semua mengacu kepada peraturan Badminton World Federation (BWF) khusus regulasi paralimpik.

Misalnya WH1 dan WH2 diperuntukkan bagi atlet bulu tangkis kursi roda (wheelchair).

Lalu ada kode SL (skala 1-5) untuk Kelas Standing Lower.

Semakin tinggi skalanya, makin kecil pula keterbatasan fisik si atlet.

Ada juga kode U (skala 1-5) untuk Kelas Upper dari cabang yang menggelar pertandingannya di GOR Cenderawasih, Kota Jayapura.

Masih ada Kelas Short Stature (SS6) untuk atlet yang memiliki pelambatan pertumbuhan tulang dan membuat tinggi tubuhnya lebih kecil dari sebaya.

Pada cabang catur, kode khusus B1-B3 diperuntukkan bagi atlet tuna netra yang bertarung di nomor – nomor khusus klasifikasi hambatan penglihatan.

Kode B1-B3 juga dapat ditemukan pada cabang judo tuna netra (blind judo) yang digelar di GOR Waringin, Kota Jayapura.

Klasifikasi khusus juga diterapkan pada cabang menembak di Arena Menembak, Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kota Sentani, Kabupaten Jayapura.

Sesuai Buku Pegangan Teknis World Shooting Para Sport edisi 2019 dan diadopsi NPCI untuk Peparnas Papua, Kelas SH1 Pistol diperuntukkan bagi atlet dengan kemampuan gerak tubuh di bawah 25 persen.

Kelas ini juga dapat diikuti oleh atlet dengan kondisi kemampuan gerak maksimal 50 persen.

Untuk Kelas SH1 Rifle, atlet menembak mempunyai kemampuan gerak di bawah 25 persen.

Untuk Kelas SH2 dialokasikan bagi atlet dengan kondisi kemampuan gerak 25 persen atau di bawahnya.

Seluruh atlet memperoleh alat bantu berupa meja untuk meletakkan senjata bertanding agar fokus dalam membidik target.

Mereka juga boleh membidik senjata dari bangku khusus (bangku tinggi) atau kursi roda.

Semua penembak Kelas SH2 wajib didampingi loader, atau petugas pengisi peluru yang disiapkan oleh masing-masing kontingen.

Loader tidak boleh berbicara atau memberikan instruksi khusus kepada atlet selama proses pengisian amunisi ke dalam chamber senjata.

Loader juga bertugas membantu penembak untuk mengubah tata letak alat bantu bidik setelah adanya permintaan dari si atlet itu sendiri.

Kemudian pada cabang renang di Arena Akuatik, Kampung Harapn, Kota Sentani, Kabupaten Jayapura, dikenal pula kode Standing (skala 1-13) bagi atlet dengan hambatan penglihatan.

Pada Standing skala 13 (S13), si atlet memiliki daya penglihatan lebih baik dan ketajaman visual tertinggi.

Kelas S14 diperuntukkan bagi atlet dengan hambatan intelektual (tuna grahita) dan Kelas S15 untuk atlet tuna rungu.

Pada cabang tenis meja di Istora Papua Bangkit, Kampung Harapan, Kota Sentani, Kabupaten Jayapura, atlet tuna daksa kursi roda masuk di Kelas 1-5, dan Kelas 6-10 untuk atlet tuna daksa berdiri serta Kelas 11 untuk tuna grahita.

Sedangkan Kelas TN untuk atlet tuna netra dan TRW untuk atlet tuna rungu.

Sehati mencapai tujuan ciptakan prestasi. (Miechell Octovy Koagouw)

Pewarta: Niar Abdul Litiloly
Editor: Nugroho
Sumber: RRI