KBRN, Jakarta: Kabar munculnya hacker Jimbo yang mengklaim telah membobol data KPU sebesar 252 juta Data Pemilih Tetap dipastikan motif ekonomi semata. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Usman Kansong.
"Kalau dia sudah menawarkan dan menjual itu artinya motifnya ekonomi yang ingin mendapatkan keuntungan. Artinya juga tidak ada motif politik," katanya dalam perbincangan Pro3 RRI, Jumat (1/12/2023).
Jadi, menurutnya dengan motif tersebut, Pemilu akan tetap berlangsung sesuai jadwal. Tetapi sesuai dengan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP), pihak KPU tetap harus bertanggungjawab.
"Walaupun motifnya bukan politik, tetapi bisa saja efeknya ke sana. Karena pastinya masyarakat juga sempat mempertanyakan keamanan data," katanya kembali.
Tidak hanya itu, Usman juga mengatakan kepercayaan masyakat terhadap penyelenggaraan Pemilu juga jadi semakin menurun. Dan kondisi tersebut lah yang harus diantisipasi oleh KPU, dan juga Pemerintah.
"Peran kita di sini megawasi, dan memastikan penyelenggaraan sistem elektronik itu berjalan dengan baik. Tertutama terkait perlindungan data, dan Kominfo sendiri setelah kejadian ini langsung bersurat kepada KPU untuk mengklarifikasi," kata Usman, menjelaskan.
Secara kelembagaan Kominfo telah berkoordinasi bersama KPU, Cyber Polri, Badan Siber, dan Sandi Negara (BSSN), dan Badan Intelegen Negara (BIN). Langkah terakhir tinggal mencari penyebab, dan memperbaiki agar ke depannya tidak terjadi lagi masalah serupa terkait kebocoran data.
"Saya kira masyarakat tetap tenang, dan tidak perlu berlebihan menanggapi kasus ini. Kita juga berharap Pemilu bisa berlangsung sesuai jadwal tanpa gangguan terutama terkait data," ujarnya.
Data yang bocor diketahui berasal dari KPU pusat, yang berisikan informasi lengkap seperti NIK hingga kartu keluarga. Kebocoran data tersebut tentunya merugikan masyarakat dan bisa menimbulkan sejumlah risiko baik terkait kegiatan pemilu hingga tindak pidana.
Pewarta: Vinta
Editor: witokaryono
Sumber: RRI