KBRN, Jakarta: Kualitas demokrasi harus terus diperbaiki bila Indonesia meyakini sistem tersebut merupakan solusi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di balik kebebasan mengedepankan hak asasi manusia itu, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto mengingatkan pentingnya kebajikan dan kebijaksanaan dalam menjalankan demokrasi.
Apalagi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, demokrasi Indonesia akan diuji kembali kualitasnya. Menurutnya, para filsuf penganjur demokrasi mengingatkan mengenai virtue atau kebajikan dalam demokrasi.
"Kebajikan dan kebijaksanaan tersebut, harusnya tercermin dalam membuat berbagai aturan. Bahkan menjadi modal penting dalam memilih para pemimpin bangsa di masa depan,” ujarnya dalam keterangan.
Demokrasi, menurutnya, merupakan pergulatan pemikiran sejak 2.000 tahun lalu. Di dalamnya terjadi pertarungan pemikiran antara ide-ide sosialisme dan liberalisme.
"Ide-ide ini sering bertentangan, karena kepentingan pribadi sering tak sejalan dengan kepentingan umum. Perpaduan kebebasan dan ambisi pribadi inilah, rentan memicu ketidakteraturan,” katanya.
Ia pun menjelaskan, sebab itulah demokrasi mengedepankan hukum, agar kebebasan individu tidak mengganggu masyarakat. Sejak era Reformasi, banyak perbaikan terkait demokrasi kita.
"Setiap orang kini berhak dipilih dan memilih pemimpin dan wakil mereka secara langsung. Artinya prosedur demokrasi telah berjalan dengan baik,” imbuhnya.
"Harapannya, dengan demokrasi lahirlah tranparansi dan akuntabilitas yang kesemuanya bermuara. Pada kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Ia mengatakan, persoalannya adalah bangsa Indonesia dihadapkan pada kualitas demokrasi yang tak beranjak naik. Biaya politik yang tinggi, menurut KH Chriswanto mengakibatkan politik uang masih terjadi.
“Kita dihadapkan pada persoalan prosedur demokrasi tersebut belum menghasilkan demokrasi substantif, dikarenakan keterpilihan belum menunjukkan keterwakilan. Sehingga aspirasi masyarakat belum tersalurkan dengan baik,” katanya.
Ia mengingatkan wakil-wakil rakyat yang terpilih karena kekuatan uang. Hanya akan menghasilkan peraturan yang tidak berpihak pada rakyat.
"Tentu demokrasi seperti ini menjadi kurang sehat. Karena kepentingan pemodal yang dikedepankan, bukan kesejahteraan rakyat,” katanya.
Politik uang ini selalu hadir dalam Pemilu. Untuk itu, ia mengingatkan para elit politik agar tidak merebut hati rakyat dengan uang, tapi atas dasar kemampuan, kebijaksanaan, integritas, dan program kerja.
“Pemenang adalah mereka yang terbaik bukan karena uang, mereka yang bukan terbaik. Biasanya menggunakan segala cara cara untuk menang seperti adu domba, fitnah, dan membelah persatuan kesatuan bangsa,” katanya.
Ia berharap, jangan sampai cita-cita luhur para pendiri bangsa mengenai persatuan dan kesatuan, hancur karena Pemilu yang lima tahun sekali. "Persatuan dan kesatuan bangsa ini, juga merupakan harapan umat Islam di Indonesia," kata dia.
Pewarta: Tsalisa Nur Aini
Editor: Mosita
Sumber: RRI