KBRN, Jakarta: Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja meminta, masyarakat mampu membedakan presiden sebagai kepala negara dan individu. Dalam Pemilu 2024 ini, Presiden sebagai kepala negara diwajibkan netral.
Sebaliknya, Bagja menjelaskan, Presiden sebagai individu tidak boleh netral dan harus mencoblos pada Pemilu 2024. Atas dasar perbedaan arti itu, masyarakat diharapkan paham akan posisi Presiden pada pemilu ini.
"Kepala negara ini ditanya sebagai pribadi atau sebagai kepala negara, kalau sebagai kepala negara harus netral 100 persen. Sebagai pribadi, dia tidak boleh netral saat masuk bilik suara, dia harus milih," kata Bagja dalam keterangan persnya, Senin (13/11/2023).
Kemudian, Bagja mencontoh dirinya sendiri, pada Pemilu 2024 ini. Bagja mengaku, harus mampu memposisikan diri sebagai Ketua Bawaslu atau sebagai pribadi.
Sebagai Ketua Bawaslu, Bagja menekankan, dirinya harus netral. Jika sebagai pribadi, dirinya harus tidak netral dan wajib nyoblos surat suara.
"Bawaslu juga netral, tidak netral, kami harus netral Tapi boleh nggak kami tidak memilih?. Jangan sampai kami jadi seperti yang di terminal itu, suruh orang naik, suruh orang milih tapi kami tidak memilih," ucap Bagja.
"Jadi kami harus milih, di mana Bawaslu, di mana personal seorang Rahmat Bagja itu tidak netral?. Pada saat masuk bilik suara. Kapan dia harus netral? Saat keluar dari bilik suara.".
Untuk itu, ia menekankan sekali lagi, pentingnya masyarakat dapat membedakan antara Presiden sebagai kepala negara atau individu. Yang salah, ketika Presiden menggunakan kekuasannya untuk kepentingan pribadinya.
"Jadi itulah yang kemudian harus dibedakan Presiden sebagai kepala negara, sebagai individu. Jangan sampai sebagai kepala negara dia menggunakan kekuasaan untuk kepentingannya," ujar Bagja.
Pewarta: Dedi Hidayat
Editor: Allan
Sumber: RRI