KBRN, Yogyakarta: Direktur Atmawidya Alterasi Indonesia Titok Haryanto menyatakan tidak yakin Pemilu 2024 akan menimbulkan disintegrasi bangsa. Menurutnya, disintegrasi hanya bisa terjadi oleh kekuatan solid yang terorganisir dalam memperjuangkan tuntutannya, dan itu hanya dimiliki oleh militer.
Menurut dia, semua elemen masyarakat di Indonesia setuju bahwa pemilu merupakan momentum kontestasi lima tahunan. Hal tersebut disampaikan Titok pada Diskusi Publik bertajuk "Pemilu 2024: Antara Demokrasi dan Tantangan Disintegrasi", di Adiputra Space, Sleman, Yogyakarta, Minggu (15/10/2023).
"Semua sepakat menggunakan momentum pemilu sebagai ruang kontestasi. Tidak ada yang menolak, semua menerima pemilu, jadi bisa jadi tidak ada (disintegrasi)," kata Titok.
Terkait adanya dugaan intervensi asing yang memanfaatkan LSM-LSM lokal untuk menciptakan narasi-narasi provokatif dan propaganda politik yang memecah belah, Titok mengaku tidak khawatir hal itu akan berdampak secara signifikan terhadap Pemilu 2024. "Saya nggak yakin LSM bisa membuat satu desain yang kemudian membuat politik kita buyar, membuat disintegrasi," ujar Titok menegaskan.
Ia mendorong agar Pemilu 2024 dipenuhi dengan partarungan ide dan gagasan. Publik, katanya, perlu memanfaatkan momentum pemilu ini untuk mengangkat berbagai persoalan yang dialami masyarakat, sehingga para kontestan tidak hanya berbicara soal kalah dan menang.
"Kita perlu mempolitisasi pemilu dengan gagasan. Caranya? Kita minta siapa pun yang mau jadi pejabat publik kita tantang dengan gagasan atau persoalan yang di masyarakat. Bagaimana dia menyelesaikan pertanian yang semakin sempit, bagaimana isu pendidikan, lapangan pekerjaan, itu yang harus dihidupkan untuk dijawab oleh calon," ucapnya.
Titok sepakat bahwa Pemilu 2024 harus berjalan secara damai dan aman dengan memunculkan ide dan gagasan secara bebas. "Momentum pemilu ini, saya mau mengajak merayakan demokrasi yaitu dengan memunculkan ide-ide perbaikan secara bebas. Bukan semata-mata nyoblos bebas, tapi bagaimana problem dari bawah ini terangkat dan terkomunikasikan ke atas dan jadi inspirasi dari calon pejabat terpilih nanti dalam bentuk kebijakan," kata dia.
Di forum yang sama, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Yogyakarta, Tri Mulatsih menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menjadikan Pemilu 2024 sebagai sarana integrasi bangsa, bukan disintegrasi. "Pemilu 2024 ini kita sepakat bahwa ini tidak untuk perpecahan, artinya pemilu kali ini kita upayakan menjadi agenda integrasi bangsa. Akan menjadi sarana integrasi bangsa, serta sarana yang akan semakin memperkuat integrasi kita," ujarnya.
Tri mengatakan, seberapa pun besarnya perbedaan pilihan politik, tetap harus mengutamakan persatuan. Untuk itu, ia mengajak anak muda untuk tidak mudah terpancing dengan provokasi atau propaganda politik yang dapat memecah belah.
"Persatuan itu adalah yang utama, perbedaan itu sudah ada dari dulu. Jangan sampai pemilu ini jadi alat perbedaan itu semakin besar, tetapi harus kita pahami bersama bahwa perbedaan itulah akan menyatukan kita siapa pun pemimpin yang lahir pada 14 Februari 2024 nanti," ucapnya.
Sementara itu, Dosen Sosiologi UINSunan Kalijaga, Bernando B Sujibto tidak menampik Pemilu 2024 akan menyebabkan disintegrasi. Hal ini karena adanya fenomena penggunaan buzzer di media sosial oleh para kontestan politik. "Efek dunia media sosial sangat mungkin membuat disintegrasi," ujarnya.
Oleh karena itu, ia mengajak anak muda untuk bisa terlibat aktif dalam Pemilu 2024 sebagai bagian dari kelompok yang bisa menghidupkan gagasan. "Jadi bagaimana anak muda bisa terlibat aktif," ujarnya.
Pewarta: Heri Firmansyah
Editor: Pessy
Sumber: RRI